Tampilkan postingan dengan label cangkeman. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cangkeman. Tampilkan semua postingan

3 Agu 2023

How Cat You Go?

 


Saya hanya kangen membuat tulisan. Saat ini tulisan di blog itu tidak sepopuler orang membuat konten youtube, tiktok ataupun instagram. Tapi biarlah, karena blog ini barangkali eranya sudah lewat. Orang Indonesia, sudahlah terbukti memang kurang suka membaca, atau memang tradisi lisan sudah mengakar dari jaman moyang. Tradisi audio visual kalau dahulu mungkin berbentuk kesenian ketoprak, tarian, atau bahkan sampai ke pertunjukan wayang menjadi media yang banyak berkembang yang kini menemukan tempatnya pada kanal-kanal youtube, facebook, instagram, tik-tok atau platform lainnya.

Bagaimana dengan tulisan? apakah lambat laun tulisan sendiri akan berganti dengan AI? yang kemudian orang tidak perlu 'secara teknis' membaca, tetapi mendengarkan tulisan yang dibaca oleh AI? 

Kembali ke judul
Kembali ke judul tulisan "How Cat You Go? sebenarnya saya pingin nulis saja tentang 'kucing' untuk sekedar mengobati rasa kangenku untuk nge'blog'. Kucing ini adalah adalah fenomena yang aneh dikehidupanku hanya karena 'aku pecinta kucing'! 
Jadi kalau anda bukan pecinta kucing, atau bahkan pembenci hewan berbulu lembut dengan kumis di mukanya serta bola mata bulat yang bisa mengkomunikasikan 'suasana hatinya ini', maka jangan teruskan membaca tulisan ini. Kecuali, jika anda sekedar penasaran,atau sekedar iseng ingin membaca tulisan ini sebagai sesuatu yang minim 'faedah'.

Masa kecil dan 'Mbok Kucing'
Kami menyebutnya 'mbok kucing' sebagai kucing betina yang telah beranak-pinak sampai benar-benar sudah tidak ada lagi peranakan kucing darinya. Sebenarnya ada banyak kucing datang dan pergi di kehidupan kecilku, akan tetapi 'Mbok Kucing' ini tak anggap sebagai momentum pertama kucing yang perjalanan hidupnya paling lengkap dan kuingat di kepalaku.

Mbok kucing tidak kami pelihara sedari kecil, tetapi ia sekonyong-konyong entah datang dari mana sudah dalam keadaan besar. Bulunya belang-belang, kembang telon, kami mengistilahkan, dengan ekor panjang, ujung lancip tetapi 'tertekuk'. Saya baru mengetahui kemudian ekor yang 'tertekuk' itu dikarenakan saat dalam kandungan ia berjubal dengan jabang bayi anak kucing yang  lain, sehingga menyebabkan ekornya tertekuk semenjak lahir. Matanya menyipit sebelah yang sepertinya bukan karena bawaan lahir tetapi karena kesembuhan dari penyakit mata yang menyisahkan cacat mata menyipit sebelah. Selain matanya yang sipit, Mbok kucing itu tubuhnya kurus kering ketika pertama kali datang. Maka kami menamai mbok kucing itu dengan 'Sipit' dan secara resmi menempati rumah kami hingga kemudian beranak-pinak.
Sekilas tak ada yang istimewa dari 'Sipit' mengingat ia hanya kucing kampung kurus dengan muka yang tak begitu menarik dan cerewet karena sering 'mengeong'.

Mbok kucing alias si 'Sipit' ternyata adalah semacam kembang kampung bagi kucing-kucing kampung di tempat kami. Selepas kedatangan 'Sipit', banyak kucing-kucing cowok berdatangan ke rumah kami. Ada yang nangkring di genting, bergelanjutan di pohon, duduk di jok motor sambil pura-pura mau ngajak piknik, atau bergulung-gulung di jalan depan rumah berpura-pura mau 'bunuh diri' untuk menarik perhatian 'Sipit'. Kadangkala ada yang datang sambil mempersemahkan hadiah berupa hasil perburuan masing-masing; dari tikus, ular, burung sampai dengan lauk ikan curian.

Sireng
Dari kesekian kucing yang saling berkompetisi itu, barulah kami mengetahui siapa pemenangnya saat si 'Sipit' hamil akibat 'pergaulan bebas' ini hinga kemudian melahirkan anak kucing. "Sireng"  adalah singkatan dari Si Ireng atau si hitam yang merupakan salah satu anak kucing peranakan sipit dengan kucing pemenang berbulu hitam. Karena dominasi warna kulit dari bapaknya adalah hitam, maka sireng ini tentu saja berbulu hitam dengan sedikit putih di bagian kaki, hidung serta perut ke dada. Sementara ciri khas dari 'Sipit' hanyalah menyisakan ekor yang lancip 'tapi tertekuk'. 
Tak banyak kenangan yang kuingat dari sireng selain ia akhirnya tumbuh menjadi 'berandal' kampung. Pada awalnya Sireng ini adalah penghuni manis etalase kios bengkel yang dijaga ibuku, hingga akhirnya ia lebih suka keluyuran ke kampung-kampung hingga akhirnya menghilang entah kemana. Sesekali 'Sireng' pulang dengan sekujur tubuh sudah babak bundas sekedar terlihat sebentar untuk kemudian lantas pergi menghilang lagi.  

Paijo


 

22 Sep 2018

Otak Atik Gatuk

Otak atik gatuk adalah semacam ilmu mistik perhitungan ala orang Jawa. Kalau dulu ilmu otak atik gatuk ini mungkin dengan berbagai perhitungan tanggal dan tanda-tanda alam yang rumit, tetapi kini penerapannya mungkin lebih sekedar istilah; "Menghubung-hubungkan". Pengambilan nomer urut presiden 22 September 2018 kemarin, mengingatkanku pada memori tentang ilmu otak atik gatuk. Tetapi ingatanku ini bukan soal politik, tetapi soal ilmu otak atik gatuk iseng ala mbah Atemo.

           Namanya mbah atemo, tetapi kami memanggilnya mbah atmo. Tidak banyak yang tahu kecuali anak dan cucu-cucunya dan keluarga dekatnya kalau mbak atemo ini dulunya adalah veteran tentara yang ikut dikirim saat operasi ganyang malaysia. Pun tidak banyak yang tahu, kecuali istri dan anak-anaknya kalau mbah atemo pernah terombang-ambing menjadi ABK kapal selama berbulan-bulan saat mencoba kembali ke Indonesia dan harus jalan kaki mengikuti jalur kereta api dari anyer menuju tugu untuk bisa kembali ke Yogyakarta menemui kembali keluarganya yang menganggapnya telah tiada. Tetapi torehan blog kali ini bukan mau menulis soal mbah atemo, Mungkin lain kali, karena Mbah atemo ini segmen khusus dengan kontemplasi dan olah sejarah yang mungkin perlu waktu lama.
         Salah satu kebiasan mbah atmo selepas menjadi veteran tanpa penghargaan adalah pasang nomor togel. Waktu itu masih tenar jaman SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah) yang konon katanya adalah judi berkedok iuran sosial yang dilembagakan. Wah. entah lupa siapa dulu yang mencanangkan, tetapi itu sudah lama sekali sewaktu pemerintah jaman Sohearto, dan sik penulis blog sendiri masih seumuran SD.
          Mbah Atemo tidak selalu pasang nomer, karena juga sebagai veteran tanpa gelar, pekerjaan mbah atemo sebagai kuli pabrik batik cap di imogiri hanya memberikan imbalan (kalau tidak salah ingat) Rp. 5.000,- saban minggu. Itupun Mbah Atemo berangkat mengayuh sepeda pagi-pagi dari Prenggan Kotagede ke Imogiri sekitar 1 jam lebih.
Sehingga pasang nomer baginya adalah adu peruntungan, siapa tau nasib mujur bisa tembus 2 angka sehingga bisa buat bonus belanja kebutuhan.
         Aspiyah, adalah istri mbah atemo, tahu betul berapa pendapatan suami tercintanya ini, sehingga mbah atemo harus pandai-pandai menyisihkan setoran buat istrinya dan menyimpannya sendiri.
Nah, belakangan baru diketahui tempat paling rapih untuk menyimpan sisihan uang setoran itu adalah di kap lampu sepeda onthelnya. Sehingga, setelah beberapa hari, mbah atemo baru bisa mendatangi kios penjual nomer SDSB.
Otak aktik Gatuk
Tidak sekedar pasang, dengan pengalaman pahit getir yang dialami mbah atemo, mungkin di punya ilmu tersendiri buat pasang nomer. "Didalam sebuah keapesan pastilah ada keberuntungan" adalah prinsip matematik mistik yang dipegang mbah atemo. Dan prinsip matematik ini bukan tanpa bukti empirik. Seperti disampaikan sebelumnya, mbah Atemo tidak selalu membeli SDSB buat dirinya sendiri tetapi ia sering diminta tetangga atau teman-temannya bila ada yang mau memasang nomer.
Salah satu kejadian yang kuingat, ketika ada anaknya yang kemalingan motor. Saat mendengar kabar anaknya kemalingan motor itu, seketika hari itu juga mbah atemo memasang nomer SDSB, kebetulan karena uang yang ia dapat hanya cukup membeli 2 nomer dari sekian banyak nomer yang bisa dipasang (penulis rupa sampai berapa nomer). Nomer yang dipasang adalah persis 2 digit pertama pada plat nomer motor yang hilang tersebut. Maka benarlah, ternyata angka yang keluar sebenarnya kalau mbah Atemo pasang 4 digit maka keberuntungan berlipat dari sekedar pasang 2 digit. Karena memang seperti yang diprediksi bahwa angka yang keluar adalah 4 digit persis sesuai plat nomer motor yang hilang itu.

23 Jun 2011

Learning by doing#1:edisi memasak

Learning by doing alias belajar melaui praktek langsung. Tapi jangan praktekkan ini bila anda seorang dokter atau praktek pengobatan karena bisa-bisa anda akan kena mal praktek.

Pelajaran memasak pertama adalah telur dadar cantik. Disebut telur dadar cantik karena bentuknya yang bulat, pipih dengan warna kuning cerah dan tak ada lubang sedikiten. Sebenarnya membuat telur cantik ini adalah gampang kalau kita punya wajan teflon anti lengket. Telur tinggal dikocok dengan sedikit garam lantas dituang pelan pelan sambil wajan digoyang pelan dari tengah sampai ke tepi. Tinggal tunggu beberapa menit api sedang, lantas kalau anda mau coba atraksi melempar telur ke udara mirip master chief tinggal disentakkan ke atas sampai terbalik ke udara dan… pluk! Kalau anda beruntung sang telur akan kembali ke posisi semula pada permukaan yang lain alias side B, tapi kalau tidak beruntung paling-paling telur cantik jatuh tertelungkup tanpa bentuk. Tentu saja lebih sulit membuatnya dengan wajan biasa. Wajan harus benar-benar berlumur minyak tipis. Lebih bagus lagi justru wajan yang belum dicuci untuk menhindari si telur cantik lengket di muka wajan dan jadilah telur bopeng-bopeng. Si telur cantik biasanya jadi menu breakfast alias sarapan kilat atau sekedar lauk pengganjal perut pada malam hari.

 

Tabel 1.1 Absensi kehadiran Bawang Merah & Bawang Putih

  Bawang Merah Bawang Putih
Sayur Sup nihil hadir
Goreng Telur, tempe atau tahu nihil hadir
Lalapan nihil hadir
Tumis/oseng-oseng hadir hadir
Nasi Goreng kadang hadir kadang tidak hadir
Sambal kadang hadir kadang tidak hadir
Dongeng Bawang Merah & Bawang Putih hadir hadir
  = sering bolos = selalu hadir

Aneka Soup

Bosan dengan lauk yang terlalu sederhana mulailah kucoba membuat soup. Bumbunya aku perkirakan sama saja yakni duet dua bersaudara si bawang merah dan si bawah putih lantas digerus halus bersama garam, merica dan kadangkala sedikit aku kasih  kunyit dan lombok. Semua bumbu aku goreng sampai keluar aroma dan lantas kuguyur dengan dua atau tiga gelas air hingga mendidih.

Tinggallah para sayur mayur siap jadi korban mutilasi pisau dapur; kubis, wortel, tomat, sledri terkadang dengan ektrim kutambahkan daun mangga muda, daun katu ataupun segala macam daun yang berwarna hijau yang rasanya tidak pahit dan tidak menimbulkan sakit perut.  Satu demi satu, sayur yang telah kumutilasi dan wortel yang kukuliti dan kupotong kecil-kecil kucampakkan dalam wajan sup yang telah mendidih. Wajan! Ya karena peralatan dapur hanyalah kompor, pisau dan wajan. Menggoreng lauk memakai wajan. Membuat sup juga memakai wajan, dsb. Maka wajan adalah alat masak praktis dari A sampai Z. Beberapa menit sup telah siap. Karena aku tidak suka pada Monosodium Glutamate yang membuat kepalaku pusing setelah memakannya, kutambahkan saja sedikit gula. Kalau sedikit berduit, kumasukkan potongan cakar ayam atau sayap ayam sebagai ganti kaldu. Eksperimen dengan sup hanyalah dengan menambahkan potongan tahu yang digoreng, atau potongan tempe. Selebihnya aku sudah tak kuasa menahan derita lapar daripada terlalu khusuk menambahi menu.

Food and Gathering Lalapan

Aneka lalap adalah menu paling sederhana tetapi juga paling memprihatinkan. Paling sederhana karena aneka daun, apapun bentuknya yang berwarna hijau yang berasa pahit ataupun manis yang didapatkan disepetak kecil belakang rumah atau dengan diam-diam mengendap-endap memetiki daun di pekarangan tetangga pada malam hari, adalah tinggal direbus dengan sedikit garam dan tumbukan si bawang putih tanpa melibatkan saudaranya si bawang merah. Jika sedikit ber-uang, lalapan ini bisa dipadu dengan tempe goreng atau sambal.

Maka aneka lalapan ini adalah semacam evolusi manusia purba dalam caranya survival of the fittest  alias bertahan hidup melalui food and gathering alias berburu dan meramu. Berburu bagiku adalah bagaimana aku mendapatkan daun-daunan bahan lalapan tersebut dari sepetak kecil tanah baik itu pekarangan sendiri ataupun orang lain. Sedangkan meramu adalah meramu hasil perburuan tersebut dalam wajan ajaibku bersama sedikit garam dan bawang putih.

Nasi Goreng

Menurut survey yang perlu diragukan keberaadaanya, tiap anak kos, ataupun homo sapiens yang hidup mandiri dengan cara masak nasinya sendiri, nasi goreng adalah menu sarapan pagi ratting ter tinggi. Ini karena nasi goreng sebenarnyalah adalah ide kereatif bagaimana memanfaatkan sisa nasi yang masih belum habis dan hampir basi untuk bisa tertelan jadi sarapan. Maka nasi gorengkupun tercipta dari wajan ajaibku dengan memasukkan nasi hampir atau sudah basi, garam, lombok, kecap dan lagi-lagi duet dua bersaudara si bawang merah & si bawang putih yang hanya akur di dunia bumbu-bumbuan. Maka nasi goreng jadi menu spesial bila dihadiri sebutir telur.

Nasi sudah jadi Bubur

Nasi sudah jadi bubur artinya tak bisa dikembalikan lagi jadi nasi. Tapi bubur membuatku lekas kenyang dan rasa gurih dan gumpalan dari santan adalah rasa yang membuat bubur ‘kalau kepepet’ jadi menu utama tanpa tambahan lauk pauk. Apalagi dengan segenggam beras saja maka terciptalah dua piring penuh bubur.  Walhasil perut lekas kenyang meskipun resikonya pencernaan dan cacing-cacing di perutku lebih mudah menyerap hingga mengakibatkan alarm rasa lapar akan berbunyi 3 jam lebih cepat dari biasanya. Maka bubur adalah menu emergency respon bila logistik beras di dapur sudah menunjukkan level memprihatinkan alias stok tipis. Asal darurat mengisi perut lapar selanjutnya bisa difikirkan setelah kenyang!

Tumis alias Oseng

Tumis alias oseng adalah ketika potongan tempe, tahu, sayur ataupun segala bentuk remah-remah yang lain beradu dalam wajan ajaibku bersama sedikit minyak, garam, si kembar bawang merah- bawang putih dan sedikit kecap. Jika lagi mujur meskipun frekuensinya 1 banding 30 hari sekali di peraduan bisa bergabung beberapa potong jamur, telur atau potongan ayam. Tumis ini cukup membutuhkan waktu 15 menit untuk siap disantap, sehingga acap jadi menu favorit untuk malam.

Kalau fieasta punya slogan rasa adalah segalanya maka bagiku punya slogan kenyang adalah segalanya. Jika kepepet tak perlu punya pengalaman untuk masak. Asal ada garam dari laut, gula dari ladang dan si kembar bawang merah bawang putih bertemu di wajan ajaibku, jadilah mereka hidangan istimewa.

22 Jun 2011

Pauline

pauline Ada banyak cerita bersama Pauline. Dari yang paling sweet, sampai saat paling apes telah kami lalui bersama. Dari mulai pertama kali aku mengenalnya, bersamanya, sampai saat terakhir aku harus merelakan kepergiannya. Sampai saat terakhirnya, kuhempaskan begitu saja Pauline yang tak berdaya di pojok ruangan. Tapi baru kusadari kini begitu banyak kenangan bersama Pauline yang sepertinya tak bakal terulang lagi.

Dulu, hampir saban siang, di hari gerah dengan sinar matahari yang melucuti keringat di muka setetes demi setetes, ataupun di saat hujan yang lebat dan membuat kami berdua harus berbasah-basah, telah terbukti kesetiaan Pauline padaku. Lalu, seperti kebisaanku dulu, kami sering pergi malam-malam, meluncur di permukaan aspal kota atau ke pinggiran-pinggiran kota yang sepi ditemani cahaya lampu, bintang-bintang dan orang-orang yang terkena insomnia.

Body Pauline yang ramping memebuatnya terlihat sexy dengan lekuk liku dan perawakan kemerah-merahan sangat pas denganku yang berperawakan kecil. Tiap kali kami melintas di keramaian dari kejauhan orang-orang sudah melirik ke arah kami. Tapi lambat laun aku mulai terbiasa seperti halnya Pauline yang cuek saja.

Kadangkala kami juga jalan bertiga, Aku Pauline dan temen cewek. Dalam kondisi seperti itu aku sangat was-was. Bukan was-was pada Pauline tetapi pada temen cewek yang kuajak tersebut. Kekhawatiranku karena tak banyak yang bisa cocok bersama Pauline. Sudah selusin lebih perempuan bahkan laki-laki yang hengkang, mengolok oloki aku dan Pauline. Tak jarang ada yang menunjukkan sikap risih saat aku bersama Pauline. Meskipun ada yang tahu beberapa teman melakukannya dengan bercanda, tapi tak apalah kumaklumkan mereka. Dalam hati kukatakan ‘kalian tak mengerti betapa berharganya Pauline’ melebihi yang sebelum-sebelumnya………..

--------

Medio 2002 – Kebersamaanku dengan Tessy

Ia bukan seorang banci meski namanya Tessy. Sebenarnya ia punya kembaran bernama Tessa. Jadi ada Tessa dan Tessy meski tahun lahirnya sama.  Perawakan keduanya hitam dan dengan suara nyaring menggelegar. Suatu hari si Tessy sakit sampai akhirnya harus dioperasi yang membuat beberapa bagian organ Tessa direlakan untuk Tessy. Maka tinggallah Tessy yang kemudian menemaniku dari mulai medio 2002. Tessy bersamaku saat aku masih bekerja di majalah BLANK! Magazine. Karena hubunganku dengan Tessy membuatku langsung terkenal di antara lingkungan kerjaku yang baru. Alex dan Tessy!

“Alex datang!”

Kantor Blank Magazine berjarak 30 depa dari jalan Bantul. Berkelok masuk memasuki gang sempit dan pasar yang surut menjelang siang. Maka aku dan Tessy datang dengan tergopoh gopok memasuki gang-gang itu. Suara Tessy yang bergetar nyaring memantul mantul diantara dinding-dinding bangunan gang dan memerosok masuk ke ruangan head quarter  Petakumpet dan Blank! Magazine! Kemudian di dinding-dinding ruangan dipantulkan lagi oleh lusinan pot pot bunga, tembok bercoret grafiti, jajaran meja, kursi layar monitor lantas masuk ke gendang telinga sigit lele, simbah, jody, arif budiman,  iis, zaini, ratna, sonia, itok dll. Bahkan terlampau menggelegarnya, Itok sebagai board manajer petakumpet yang tengah memimpin rapat mulai terganggu oleh suara ini yang kemudian mengeluarkan policy  khusus buat kantor “Bagi alex dan motornya Tessy  diharap mematikan mesin dulu 300 meter sebelum masuk area parkir kantor!”

Sebenarnya Tessy adalah jenis motor Binter Joy keluaran 80 dengan type 4 langkah. Artinya Tessy bisa melaju lebih irit tanpa polusi asap dan bersuara lebih halus daripada type 2 langkah yang banyak membutuhkan oli. Namun karena kejadian luar biasa saat Tesy dipaksa naik menanjak ke jalan bukit dekat Wonosari, semenjak itulah Tessy berubah wujud menjadi mesin 2 langkah yang bersuara laksana mesin gergaji dan berasap seperti mesin penyemprot nyamuk dari kampung ke kampung . Lebih drastis lagi, gigi 4 kecepatan Tessy lambat laun rontok dan hanya memiliki 2 kecepatan saja; normal atau melaju.

Korban berikutnya adalah Sonia, meski lebih tepatnya kusebut korban yang menikmati. Sonia, rekan kantorku di Blank Magazine yang berasal dari Malang adalah tipe perempuan yang ceplas ceplos. Beberapa kali kubonceng dengan Tessy Sonia lambat laun menikmatinya sebagai kendaraaan plus-plus; plus alat pijat dan plus mandi lulur uap oli. Sonialah yang memberi Tessy gelar baru sebagai vibrator.

 

Tak kuingat pasti kapan karir Tesy berakhir menjadi barang antik dan teronggok pula bersama saudara kembarnya Tessa.

Suzuki Jet Coulet legenda Summerbee

Aku tak pernah memberinya nama meski kenanganku bersama motorku kali ini lumayan banyak. Aku membelinya 2 juta saja pertengahan tahun 2003. Saat itu bensin masih seharga seribu perak dan motor ini kubeli dari bekas motor balapan sehingga bodynya sudah tak lengkap dan mesin termodifikasi. Paling parah bagian karburator adalah hasil hibrida milik karburator RX king sehiggga lajunya tambah kencang seiring juga dengan bensinya yang boros. Bagian gigi telah dimodifikasi pula sehingga walau bebek tapi punya presneleng khas motor sport.

Sebermula aku membelinya dengan surat-surat komplit sampai suatu ketika aku menabrak pantat mobil yang menyeretku untuk menanggung ganti rugi. Karena ganti rugi tak bisa kulinasi, akhirnya STNK tetap tertahan pemilik mobil, bahkan mungkin sampai sekarangpun STNK masih berada di sana. ‘Somewhere out there”

Suzuki Jet Coulet pernah mencelakai mas Rizki yang kini dikenal sebagai Rizky Summerbee. Suatu malam sekitar jam 1, di kantor LSM hijau, mas rizky meminjam motorku. Sampai di depan pagar dia menyalakan motor tersebut, namun tak disangka sang justru menyala dan langsung mengangkat gas tinggi. Suara motor semakin tinggi dan mengerang keras tetapi nampaknya setelan gas tak dapat membalik. Orang-orang kampung yang tengah meronda dan beberapa tietangga sekitar langsung berhamburan dan mengerumuti mas Rizky.  Beberapa saat karena kegugupan kami dan wajah orang-orang yang memerah barulah kami bisa mengatasi motor tersebut. Jalan satu-satunya dengan mencabut kabel busi.

Mas Rizky minta maaf ke orang-orang dan dengan terbata-bata menjelaskan betapa apesnya motor tersebut tak bisa dikembalikan gasnya.

Keapesan Rizky berlanjut lagi selang sehari kemudian. Di tengah jalan motorku yang dipinjamnya tiba-tiba mogok. Dikira kehabisan bensin lepas diisi bensin motor tetap saja mogok, bahkan lebih tragis lagi karburator Hibrida RX King tersebut tiba-tiba meloncat dari tempat bertenggernya. “Mak Pluk”

“Mak Pluk, Lex”, telepon Rizky ke HP, dengan panduan lewat HP kujelaskan bahwa hal itu sangat lumrah dibandingkan tiba-tiba copot rodanya.

“Ya dipasang lagi mas”

Memang, motorpun bisa melaju lagi dengan kesimpulan di dalam hati Mas Rizky untuk kapok tak akan meminjam lagi kalau tidak benar-benar kepepet.

Si Suzuki memang hebat di jalan, tentunya saat ia masih beraksi sebagai tunggangan untuk lomba balapan motor. Tapi selepasnya konon si empunya memang menjualnya dengan harga murah selepas si motor membuatnya jatuh. Selepas itu mitos pun terbukti kalau motor itu bikin apes saja. Nasibnya kini bisa dijumpai di lorong bengkel pula bersama pendahulunya Tessa dan Tessi.

 

Ketemu Pauline

Ketemu Pauline bukan mimpi. Sebenarnya Pauline benar-benar ada. Ia adalah temanya temanku dari perancis yang kemudian menjadi temanku pula. Rambutnya blonda dan hidungnya mancung 2 kali lipat dari hidungku. Matanya biru dan kesimpulan terakhirnya Pauline adalah perempuan cantik. Dia menguasai 4 bahasa; Prancis, Inggris, sedikit arab, dan Bahasa Indonesia tentunya. Barangkali lebih dari 4 karena kesukaanya pada jurnalistik dan petualangan. Petualangannya mengalahkan bolang, dari belantara Eropa, Palestina, sampai pulau-pulau di Indonesia. Maka pertemuanku dengan Pauline adalah di Yogyakarta. Pauline lah yang membukakan mata bahwa belajar bahasa Inggris Cas Cis Cus dengan modal keberanian adalah lebih penting dari pada ikut kursus yang mahal-mahal.

Tahun 2007 Pauline tinggal lama di Indonesia. Ia menikmati beasiswa setahun dan kesenangannya pada hobinya yang banyak, terbentang antara fotografi, jalan-jalan, tulis menulis, petualangan, membaca buku dan lain-lain. Untuk mempermudah wara wiri dia di sekujur tubuh jogja, akhirnya Pauline membeli Pauline. Ya, Pauline adalah tinggalan Pauline, sebuah kendaraan yamaha bebek keluaran tahun 76 an. Warnanya merah lengkap dengan bercak-bercak besi berkarat karena usia Pauline yang sudah berjarak puluhan tahun dengan usia kami.

Pauline dibeli pauline dengan harga 800 ribu lengkap dengan surat-surat dan bonus berupa helm butut dan jas hujan. Pauline juga baru belajar nyetir motor meski kelihaiannya mengendarai mobil dan naik sepeda sudah tak diragukan lagi. Maka pengalaman Pauline mengendarai pauline adalah pengalaman pertama mencengangkan yang membuatnya hampir terperosok di got.

Sewaktu Pauline pulang kembali ke negaranya di perancis, maka diwariskanlah Pauline padaku.

“Ku kan selalu menjaganya” kataku

Pauline terhitung tangguh di usianya. Kuajak ke rute-rute yang jauh sampai ke luar kota. Meskipun bila panas mesin mencapai titik jenuh dengan ditandai aroma oli yang menyeruak, Pauline kemudian ngambeg dan dan berangsur mati. Tapi Ia dapat melaju lagi setelah istirahat sebentar. Rumusnya sangat gampang, bensin dicampur sedikit oli, dan oli mesin diganti 2 bulan sekali sudah cukup membuatnya trengginas.

Tombol Bel Jarak Jauh

Aku pernah punya teman. Kedekatan kami juga karena nama tengah kami yang sama. Kenangan aku dan teman dekatku itu dan Pauline adalah karena Pauline ini rupa-rupanya adalah motor ajaib. Teman dekatku membuktikan keajaiban itu berkali-kali sampai aku percaya Pauline memang motor yang aneh. Keajaibannya karena suara motor Pauline yang melengking, bertalu-talu punya frekuensi yang bisa memicu bel yang di pasang dipagar kos-kosan teman dekatku itu. Maka belum sampai aku dan pauline masuk pagar dan menghentikan masin, bel pagar itu otomatis berbunyi.

------

Sebetulnya enggan aku selingkuh dengan motor lain kalau tidak karena karena dipaksa oper kredit motor dari Kakakku. Pauline kini masih dengan setia menunggu sampai penuh debu di lorong ruangan. Terima kasih Pauline. Kapan-kapan kita jalan-jalan lagi ya…..

20 Jun 2011

Cacing

cacing lumbricus
Saya sangat jijik dengan cacing. Binatang lunak tak bertulang tak bermata tak berkaki yang berjalan dengan menjulur julurkan  permukaan tubuhnya yang berlindir ini membuat saya bergidik. Apalagi bila tak sengaja menyetuhnya atau bahkan menginjaknya di atas tanah. Kalau tidak salah, bila semalaman sehabis gerimis, atau cuaca mendung, maka cacing-cacing tanah ini akan keluar di pagi harinya. Puluhan bahkan mungkin ribuan, meninggalkan jejak mirip jalur-jalur rambut di atas permukaan tanah. Barangkali semalam mereka berpesta, musim kawin atau mungkin sekedar pengap karena konon bila cuaca di langit berupa mendung, permukaan tanah sebaliknya, akan terasa panas. Jadio secara hukum fisika, para koloni cacing tanah merasa gerah, terus menyembul keluar mencari udara segar. Bila mereka kurang beruntung, pulang kesiangan, telat masuk kembali ke tanah atau salah jalur karena masuk pekarangan manusia, sang cacing akan terancam mati, disapu oleh  ibu-ibu yang sudah sibuk menyapu di pagi hari, atau di jahilin anak-anak dengan ditaburi garam. Sang cacing akan menggeliat-geliat, tubuhnya memar, memerah, lantas mati.
Kejijikan saya pada cacing juga muncul kala membayangkan para pemancing yang memasang umpan berupa cacing yang masih hidup pada mata kail. Konon, cacing yang masih fresh alias masih hidup lebih diminati sang ikan daripada cacing yang sudah loyo atau wafat. Maka sang cacing jadi bulan-bulanan para pemancing, ditaruh dalam kaleng atau kantung plastik berikut segumpal tanah, lantas diambil pelan-pelan. Si cacing meregang seperti tak rela, beberapa kawannya yang menunggu giliran lantas menggelesot mencoba masuk lebih dalam pada segumpal tanah tersebut. Pelan tapi pasti, dimulai dari ujung kepala, di cacing dimasukkan pada mata kail sampai seluruh mata kail tertutupi  tubuh cacing yang mencoba meronta, tapi tak berdaya. Lantas yang tersisa tinggal sedikit ujung ekor cacing yang bergerak-gerak dan inilah yang jadi penarik luar biasa seperti tangan yang melambai-lambai ‘ayo-ayo makan aku’ bagi gerombolan ikan-ikan yang matanya selalu melotot tak pernah tidur. Dan….. hap…. saat mata kail tertangkap mulut ikan, maka berakhir sudah penderitaan  si cacing. Jadi barangkali berkat doa si cacing pesakitan itulah ‘tuhan, akhirilah penderitaanku, segeralah aku dimakan ikan-ikan itu’, sehingga pemancing bisa segera mendapat ikan.
-----
Sebermula hanya satu tempat saja yang kudatangi. Pertama di lokasi Pak Tarmin yang letaknya 12 kilo ke selatan arah batu jamus dari kota Sragen. Peternakan cacing pak tarmin  berupa petak-petak bak yang diletakkan di bawah kandang ayam. Saat melongok kesana cacing-cacing jenis lumbricus rubellus itu tengah menyembul keluar. Rupa-rupanya hawa gerimis dan udara lembab menyebabkan cacing-cacing tersebut pada keluar. Menurut peternaknya, cacing-cacing ini memang suka mengikuti aliran air, bahkan ada dari cacing-cacing tersebut yang naik ke atap kandang karena ada tetesan air dari atap. Ada ribuan bahkan mungkin ribuan cacing yang bergerombol di bak-bak tersebut, saling menggelesot di antara gundukan kotoran sapi yang becek dan sisa-sisa jerami. Tubuh saya langsung bergidik, kaku dan air liur saya langsung mengering drastis. Kalau tidak karena tugas lapangan untuk peliputan budidaya cacing lumbricus rubellus, saya pilih segera ngacir saja dari tempat tersebut.
Pelajaran pertama dari pak tarmin saya dapat ternyata cacing cacing tersebut bisa menghasilkan puluhan ton bahan pupuk organik atau yang disebut kascing setiap hari. Kalau satu kilo cacing saja menghabiskan 1 kilo kotoran ternak sehari semalam, maka bisa terbayangkan puluhan ton cacing yang sudah diternakkan pak tarmin demi menghasilkan puluhan ton pupuk organik. Maka daripada jatuh ke tangan para pemancing, cacing-cacing di tempat Pak Tarmin diberlakukan jauh lebih beradab; disuruh makan kotoran sapi tiap hari dan dibiarkan beranak pinak jadi banyak. Semakin banyak cacing berarti semakin banyak kascing dihasilkan berarti pula semakin banyak pupuk dihasilkan jadi uang. Sebuah simbiosis mutualisme antara Pak Tarmin dan para koloni cacing lumbricus rubellus.
Pelajaran kedua, para cacing ternyata mempunyai banyak enzim penting yang bisa digunakan untuk pengobatan. Dari ngobrol santai saya dengan pak sapto, seorang penulis buku mengenai cacing, di dalam tubuh cacing dari penelitian punya banyak enzym yang penting untuk pencernaan. Bukan diragukan lagi cacing banyak digunakan untuk penyakit typus, darah tinggi dan ganguan pencernaan lainnya. Bahkan ada yang digunakan untuk bahan kosmetik. Pak sapto juga mempunyai kelompok peternak cacing di daerah bantul yang menternakkan cacing jenis perrytima. Cacing-cacing tersebut, diletakkan dalam rak-rak, dan deberi media bekas  baglog jamur. Konon menurut pak Sapto, cacing paling demen juga dengan potongan batang pisang. Meski cacing tak punya gigi, tapi lihat saja, dalam beberapa hari potongan batang pisang tersebut sudah berubah jadi remah-remah tanah. Jadi  cacing pun tak perlu unjuk gigi.
Pelajaran terakhir, saya dapat dari televisi. Ada tayangan reality show mengenai kehidupan merana seorang pencari cacing. Saya lupa siapa tokohnya, tapi si tokoh yang punya seorang bini dan tiga orang anak ini saban hari pekerjaan utamanya mencari cacing. Si tokoh berburu cacing dari sekujur pematang kali ciliwung, memerosok ke got-got, tumpukan sampah becek sampak ke kandang-kandang sapi. Dikisahkan, entah di dramatisir entah tidak, si tokoh berangkat dengan sepedanya yang berderak-derak dan selalu bermasalah dengan rantai dan pedalnya yang hampir putus, bak penuh tambalan, tanpa rem dengan menenteng ember kecil. Maka si tokoh harus mengayuh sepeda itu pelan-pelan sambil memasangkan sepasang sandal jepitnya pada bagian  sandal untuk menggendalikan laju sepeda agar tidak menabrak penjual sayur. Si tokoh rupa-rupanya sudah menyatu dengan lingkungan profesinya, sehingga dengan gesitnya memasukkkan tangan, mengkorek-korek sampah, bahkan tercebur ke dalam kubangan kotoran sapi.  Ia sudah bisa mendeteksi lokasi-lokasi mana saja yang biasa jadi ajang cacing berkoloni. Digambarkan bagamimana si tokoh kena apes lagi saat rantai sepeda yang dikendarainya putus. Mau tak mau harus dilanjutkan dengan jalan kaki. Lantas 2 orang anaknya pulang sepulang sekolah juga ikut membantu mengumpulkan cacing. cacing-cacing tersebut ia taruh dalam plastik minuman dan dijual 1.500 per kemasan di toko ikan hias dan pancing. Sehari ia bisa mengumpulkan 15 ribu rupiah saja. Lantas digambarkan pula dalam rumah petak kecil, berdesakan anak pinak si tokoh, bini dan 3 orang anak makan nasi bungkus dari hasil menjual cacing.2 orang anaknya yang gemuk-gemuk yang sudah sekolah di SD mengaku sering diejek temannnya karena profesi ayahnya sebagai pencari cacing. Tapi kelihatannya mereka cukup bahagia. Saya hanya membayangkan bagaimana anak pinak itu hanya hidup dari mengumpulkan cacing? Di akhir kisah, konon si tokoh mendapat bantuan untuk menternakkan cacing, jadi harapannya si tokoh sudah tak susah-susah lagi berburu cacing dan bisa mempensiunkan sepeda kendaraan satu-satunya yang sudah megap-megap berbau barang rosokkan. Amiiin

1 Jul 2008

ADGI

Saban hari sepasang mata kita menangkap berbagai macam centang perentang gambar yang terpampang, dari kemasan rokok, sabun mandi, bedak sampai deodoran semua dikemas dengan warna warni, dengan tulisan-tulisan yang saling bersaing, sahut menyahut; "Sabun Mandi A, menghaluskan kulit, Sabun Mandi B menghaluskan sekaligus meremajan kulit, Obat Salep anu berkhasiat anu, Balsem nyamuk anu mengusir anu dan bla-bla-bla".
Bagi yang tinggal di perkotaan, menyusuri lorong kota, saat berhenti di perempatan, seekor makhluk cantik bernama entah itu 'Dian Sastro, Nirina, Bella Saphira sampai Inul Daratista tengah bertengger di Baliho raksasa, tersenyum manis ke arah kita dan seakan-akan tak ada hubungannya dengan sebuah benda yang kebetulan ikut nangkring disana.
Produk-produk gambar telah menyebar ke mana-mana. Saling memburu dan mengisi ruang-ruang imajinasi kita. Dari semenjak bangun tidur sampai kita tidur lagi, coba hitung berapa kali gambar-gambar fantastis itu muncul di depan mata kita.

20 Jun 2008

Bencana

Ngomong soal ancaman bencana, aku teringat dengan guru SD ku dulu, Pak Bambang namanya, bertubuh gempal dengan kumis tipis dan rambut yang senantiasa klimis mirip Harmoko (hey dimana sekarang pak Harmoko berada? yuhuiii). Nah, Pak Harmoko, eh Pak Bambang selalu antusias saat memaparkan tentang 'Nusantara' yang diapit dua samudra, dua benua, garis weber dan wallace sampai dengan pertemuan dua sabuk api (sirkum pasifik dan sirkum mediteranian). Sampai pada titik itu, Pak Bambang menyambung soal banyaknya gunung-gunung berapi di Indonesia, mirip bisul, sewaktu-waktu bisa meletus. Semenjak itu aku mulai akrab melihat gunung Merapi di utara Yogya yang saban hari terlihat mengepul-kepul tanpa henti.
Kejadian gempa Bumi 27 Mei di Yogya kemarin adalah pengalaman yang mencekam. Meski seluruh keluarga selamat, tapi bagian belakang rumah dan atap rumah porak poranda. Selama 2 pekan aku hanya berani tidur di emperan rumah dengan tenda 'biru'. Selama dua pekan itu pula gempa-gempa susulan terus menerus muncul berangsur-angsur dan memicu reflek untuk 'mendadak' lari keluar. 'Ini lebih menegangkan dari film die hard 3 ', pikirku saat itu.
Yah, mau tidak mau, telinga kita saban hari juga mendengar soal bencana ini. Panen 'bencana' yang dipetik bencana oleh media massa pun macam-macam, tergantung pada tempatnya, meskipun tidak tergantung pada musim. Dari gempa di Aceh, di padang, gunung meletus, tanah longsor, banjir di Jakarta, banjir di pantura, rob di semarang, kerusuhan di Jakarta, kebakaran hutan di Kalimantan, lumpur lapindo, dan seterusnya. Semuanya muncul bertubi-tubi dan acak seperti rumus 'fraktal'.


29 Apr 2008

Alit

Karena Van Gogh mengiris telinga kirinya, Leonardo membedah mayat dan sederet eksperimen 'nyleneh', Bob Sick menutupi sekujut tubuhnya dengan Tatto, sampai dengan akhir yang tragis seorang pelukis muda bernama Alit Sembodo yang konon memilih mengakiri hidupnya pada rentang usia yang masih muda, maka lengkaplah sudah menjadi pelukis adalah 'kutukan'. Ini mungkin terlalu ekstrim, tetapi sebagian dari mereka mengamini bahwa menjadi pelukis adalah sebuah perjuangan berat yang melalui berbagai lapis ‘ring’ pertarungan.

Lingkaran pertama, adalah dalam diri sendiri, si individu akan menghadapi pertentangan-pertentangan semisal; benarkah ini sebuah profesi? Pada ring selanjutnya adalah keluarga. Keluarga yang merupakan unit sosial terkecil pada awalnya menjadi ruang untuk basis awal untuk berlindung dalam segenap aspek, baik ekonomi sampai dengan psikologis. Tapi seperti juga yang dialami Alit, pada pertarungan di ring kedua ini, ia akan menghadapi kesulitan tentang ;seberapa relevankah menjadi pelukis sebagai sebuah pekerjaan yang punya prospek kedepan? Apalagi jika dalam ring keluarga itu belum si seniman (pelukis) adalah satu-satunya yang keluar dari tradisi ‘pilihan’ yang sudah turun-temurun. Maka pilihan itu menjadi sangat sulit seperti juga yang dialami seniman muda sang Alit.

Lukisan meskipun itu benda yang muncul dari cipta rasa dan karsa bukan seperti halnya gerabah yang bisa dengan merta diperbanyak lantas dipajang untuk kemudian segera laku menjadi duit. Tetapi, lukisan juga meliputi daya dukung si pelukisnya yang meliputi bagaimana ia bergaul, bergelut, melewati ring demi ring pertarungan, atau bahkan mungkin pertaruhan itu.

Jika ring pertarungan di keluarga itu sudah bisa dilalui, pelukis/seniman akan menghadapi ring yang lebih besar lagi bernama masyarakat. Tergantung dimana lingkungan ia bercokol dan menempatkan diri tetapi masyarakat kebanyakan sudah memiliki label-label yang melekat tentang pelukis/senimant. Bahwa seorang pelukis/seniman adalah orang-orang ‘nyleneh’ berpenampilan eksentrik, rambut gondrong atau gimbal. Bahwa pelukis sibuk dengan imajinasinya sendiri, tak punya kontribusi berarti mengenai ‘bagaimana menurunkan inflasi dan bla-bla-bla…”

Mereka mungkin tak melihat bahwa pelukis-pelukis muda ini, seniman-seniman muda ini, adalah kawan di garis pinggir. Dalam masyarakat yang dinamis yang didalamnya dipenuhi nuansa gerakan sosial, maka pelukis-pelukis muda ini, seperti juga Alit sembodo adalah kawan-kawan yang tak pernah habis-habisnya menjadi energi bagi gerakan sosial.


16 Okt 2007

Naik vespa keliling kota sekeluarga



Scooter alias vespa, selain bentuknya yang klasik, nyaris tak pernah berubah dari semenjak edisi perdana pertama sampai keluarannya terkini. Motor asal Italy ini menggunakan mesin tempel di bagian kanan belakang, sehingga bagi pengguna skooter punya kiat-kiat khusus memberlakukannya, misalnya; Memiringkan ke kanan apabila mogok, membawa ban serep untuk jaga-jaga dari ban bocor (Vespa paling dibenci tukang tambal ban karena tingkat kesulitan menambalnya)dan tips-tips lainnya. India yang mempunyai Bollywood untuk meniru langkah Hollywood, sampai-sampai memproduksi 'Bajaj', sejenis motor dengan desain mirip Vespa. Sayang, kedasyatan mesin Bajaj ini telah dikebiri satu-satu, dirombak total kelongsongannya menjadi Bajaj-Bajaj yang sekarang jadi trand mark kendaraan aseli Jakarta. Maka nasib sang Bajaj aseli tak dapat diketemukan lagi dan orang lebih mengenal bajaj sebagai Bajaj yang sekarang.

Sewaktu kecil Bapakku memutuskan untuk membeli vespa dengan alasan kendaraan ini potensial sebagai kendaraan keluarga. Bisa memuat segenap anggota keluarga yang 6 gelintir manusia; Bapak, ibu, dan empat orang kakak-beradik, termasuk aku.
Bapak pegang kendali setir, dengan diapit Ibu yang menggendong aku, kakak perempuan cukup duduk mepet ditengah-tengah, berbagi jok dengan ibu. Sedangkan space longgar antara kemudi dan jok tempat duduk bapaku telah diisi berjejal dua orang kakakku. Bisa terbayangkan bagaimana tingkat kesulitan Bapakku, mengontrol kemudi sambil berteriak-teriak agar kedua kakaku berhenti bertingkah dan bertengkar.
Sementera aku sebagai si bungsu dengan nyaman menikmati gendongan Ibunda (Sebagai bungsu, aku digendong Ibunda sampai hampir berumur 7th!). Ibunda punya tugas tambahan sebagai co-pilot, melambai-lambaikan tangan saat belok, memberi instruksi berhenti pada lampu lalu lintas dan ikut mengerem mendadak dengan kedua kaki saat berhenti. Pada bagasi telah penuh berisi centang perentang, alat ganti popok, bekal-bekal makanan dan tremos minuman. Walhasil sang vespa berjalan terseok-seok mirip karapan Gipsy, penuh rumbai-rumbai, teriak-teriak penumpang dan aneka buntalan-buntalan bawaan. Potret seperti ini masih terekam dalam benakku, terutama saat mudik lebaran ke kampung halaman dan acara tamasya keluarga.

Si Vespa Keluarga hanya bertahan kira-kira sampai aku kelas 6 SD, dengan lambat laun selain mesin sudah uzur dengan asap knalpot yang sudah mirip kakek-kakek perokok klobot, juga karena daya muat vespa stagnat berbanding kali lipat pertumbuhan badan para penumpang. Satu demi satu, dimulai dari kakak terbesar ke paling kecil sudah tidak bisa menaiki vespa bersama-sama, sampai pada akhir riwayat tugas, aku kini menempati posisi istimewa, duduk di rongga vespa depan Sang Bapak yang galak. Posisi ini selalu kunikmati, sambil berimajinasi, membayangkan mengemudikan sebuah pesawat antariksa, mirip serial kartun flash gordon, serial kartun silver hawk atau tantangan gobot.... (Dulu film-film fantasi kartun hanya ada di TVRI saban sore)

Si Vespa Keluarga, hilang ditipu orang
Akhir riwayat vespa keluarga memang tragis. Suatu ketika Bapak berniat menjualnya. Yah maklum, kini kami sudah punya kendaraan lain yang baru trend, canggih dan lebih trendy, bernama "astrea grand" yang beli dari kredit (Masih ingat aku, Sistem Kredit baru muncul awal pertama kali). Kami masing-masing sempat foto bergiliran di depan motor baru ini, di samping si Vespa yang mengonggrok, menunggu pemilik baru.
Seseorang misterus, dengan muka necis, yang ngakunya ingin tertarik membeli vespa itu datang berlagak menawar. Ternyata ia seorang 'penipu'. Tidak ingat aku detil peristiwanya tapi intinya vespa itu telah raib ditangan penipu. Saya hanya ingat untuk beberapa hari setelahnya, lamanya orangtuaku sudah sibuk menguber-uber informasi, dari satu orang pintar ke orang pintar lain, sebelum akhirnya vespa kami diketemukan. Kondisi vespa waktu diketemukan memang masih utuh, meski memicu banyak masalah dengan aparat, karena 'cara' pencarian orangtuaku yang menempuh jalur dan alibi yang "irrasionil". Akhirnya sang vespa keluarga telah resmi berpindah ke tangan orang.....

Masa SMU yang indah dan sebuah Lambreta
Sampai penghujung kelas dua, berbeda dengan teman -teman sesekolah lain, aku cukup menikmati berangkat sekolah dengan bus kota atau dengan pit onthel. Bahkan kadang kadangkala memilih jalan kaki sambil menikmati pemandangan sepanjang jalan Kotagede-Yogyakarta, yang aspalnya selalu dipenuhi ruap tahi kuda (Jalan aspal kotagede memang menjadi salah satu jalur tetap kereta andong).
Kelas 3 SMU aku mendapatkan kendaraan bermotor pertamaku, sebuah Lambreta. Motor Lambreta, termasuk motor tua, yang sepengetahuanku merupakan generasi pertama sebelum vespa. Pada prinsipnya bentuknya sama, sudah seperti vespa umumnya hanya masih kaku dengan shape body lebih mirip box biskuit, kotak-kotak. Bentuk jok masih menyatu lurus datar, belum dibelah menjadi dua jok antara pengemudi dan penumpang. Lambreta ini kubeli dengan harga 125 ribu saja, hasil dari sedikit kerja rodi dan menodong bapakku. Surat-suratnya masih komplit meski angka plat nomer telah telat.
Suatu ketika, pas malam minggu teman-teman SMU itu mengajak konvoi keliling kota, sambil memboncengkan cewek-cewek. Aku dengan Lambreta-ku sebagai motor vintage yang hanya bisa melaju sampai batas 40km perjam itu, harus puas tertinggal jauh, dan mesti berteriak-teriak kencang agar menunggu kami. Tak terasa konvoi sudah menembus jauh sampai batas luar kota dan berencana meneruskan ke rute Jalan kaliurang yang rutenya merangkak naik. Si Lambreta mendadak mogok dan mengeluarkan banyak asap, sampai akhirnya Si Lambreta harus ditarik pulang dengan tali. Nasib si Lambreta selepas itu tak kunjung membaik. Si Lambreta tak pernah selesai diperbaiiki dan berakhir menjadi pajangan di teras rumah, dimodifikasi jadi duduk, ditorehi aneka rupa cat dan sebuah grafiti;"Angkutan barang pindah kos, trayek brosot jogja".

My little bastard



Kehadirannya diluar dugaan kami sekeluarga. Empat orang kakak adik, kini bertambah dengan satu kakak ipar dan seekor keponakan lucu.

27 Agu 2007

Mbah Kakung



Tulisan ini berkorelasi dengan tulisan lain di :
http://alexcandra.blogspot.com/2006/10/mbah-kakung.html

Aku memanggilnya mbah Kung atau singkatan dari mbah Kakung. Aku memang tidak tahu nama mbah Kung sebenarnya sampai dengan aku melihat nama yang tertera di tonggak nisan kuburan Mbah Kung. Atmo Sumarto namanya dan Ia telah meninggal dunia setahun yang lalu pas 5 hari setelah Idul Fitri, meninggalkan Mbah putri yang telah mendampinginya dari usia 17 tahun dan anak-anak, cucu sampai cicit.
Mbah kung bekas tentara KNIL. Ia pernah dikirim oleh misi serangan fajar Jogja kembali ,Gayang Malaysia sampai dengan Perebutan Irian Barat. Pas waktu konflik dakan angkatan darat meletus, Kakekku berserta kesatuannya pecah cerai berai. Mbah Kung menghilang,bersembunyi karena gayang komunis.
Mbah kung pengagum sukarno, di rumahnya ia pajang foto sukarno. Katanya; sukarno itu kharismatik. belum selesai......

2 Agu 2007

Juzz Vaganza


Ini adalah warung juzz vaganza, tempat melepas dahaga, sehat dan menyegarkan. Nah, warung ini memang strategis karena letaknya yang membelah pematang areal kos-kosan di utara bilangan kampus Gadjah mada. Menyusurilah ke jalan konblok belakang kampus gadjah mada, lalu berbeloklah ke utara, dan cari jalan yang hanya dilapisi semen sudah berlubang-lubang. Pada kanan kiri jalan bertengger warung-warung makan, fotocopy, tempat loundry, rental komputer, dll, pokoknya apa saja yang berhubugan dengan kebutuhan anak-anak kos pasti ada disana. Letakknya kira-kira 50 meteran sebelah kanan jalan. Warung juss vaganza tak pernah absen, kecuali hari-ahri khusus dan buka pagi sekitar jam 8an sampai sore menjelang malam kecuali stok habis. Buah-buahan yang tersedia lumayan komplit, meski terkadang tergantung musim. Dua buah mesin blender siap melumat potongan-potongan buah-buahan yang anda minta. Anda juga menambah campuran susu atau krim mocca kedalamnya, tergantung selera. Nah, mengenai selera, saya sering bereksperimen dengan beberapa campuran buah-buahan; tomat dengan wortel, mangga dengan wortel, anggur dengan alpukat, atau tambah sedikit sawo dan jeruk nipis. Saya punya menu favorit campuran mangga dengan wortel, karena rasa asam dan manis yang imbang.
Persis di samping warung juzz vagansa ini ada warung penjual gorengan. Si penjual tak henti-henti merakit mendoan, tahu susur, pisang goreng sampai bakwa di wajan dan penggorengan dengan dibantu anak gadisnya yang 'maaf', agak ngak normal.
Kebetulan pula mayoritas konsumen juzz vaganza adalah mahasiswi-mahasiswi yang setia ikut ngantri.
Si penjual, laki-laki paruh baya dengan ditemani asistennya, sang istrinya sendiri, dengan cekatan melayani para konsumen. Bapak penjual itu sepertinya sudah hapal siapa-siapa konsumen-konsumen-nya dan campuran apa saja buah-buahan yang diingini. Semua masih dengan bandrol harga yang murah meriah, cukup dengan merogoh kocek 1500 rupiah saja, pukul rata, anda akan mendapatkan menu juzz vaganza, bisa ditaruh di kantong plastik atau dalam gelas besar. Anda bisa menaruh potongan-potongan es juga menurut selera kedalamanya.
Bapak penjual juzz vaganza ini selalu ramah dengan konsumennya meski pembeli berdesakan ngantri. Nah yang jadi pelampiasan kemarahan justru asistennya yang setia, sang istri yang siap menangkap segenap umpan balik omelan sang penjual juzz Baganza; "Cepet thoo buneeee, qi mbak ini..,mbak itu... keburu nunggu.....! Jadinya sang Penjual juzz vaganza berkumis, bisa berubah roman dengan cepat dari tersenyum manis pada mbak-mbak mahasiswi itu, lantas berubah mendelik, menggerutu pada asisten setiannya itu.
Saya tahu persis banyak warung juzz tertentu menggunakan gula sintetis jikakalau kepala saya terasa pening setelah meminumnya. Jadi saya tahu kalau warung juzz vaganza favoritku ini menggunakan 100% gula aseli. Hingga membuat rasa dan bau manisnya yang legit mengundang kawanan tawon pada berterbangan di sekelilingnya.
Saya sering bawa kawan-kawan ke tempat ini. Bahkan seorang kawan dari Magetan, dulunya pernah kuliah di Yogya sampai keranjingan dan menemukan kode khusus buat kesana ;"Mabuk juzz!" Si penjual hapal betul dengan anak dari kampung magetan ini karena plat nomer AE, dan pesanan dua gelas juzz besar!
Lebih nikmat memang minum ditempat, seperti kebiasaanku, sambil menunggu antrian kita bisa mencomot "gorengan" hangat-hangat di belakang kita sambil mengamati lalu-lalang jalan di depan juzz vagansa itu yang ramai oleh mahasiswa-mahasiswi yang hilir mudik dari kampus ke tempat kos. Kalau sore akan lebih ramai lagi terutama oleh konsumen loyal macam mahasiswi-mahasiswi yang baru pulang dari jogging. Jadi bagi laki-laki normal, selain juzz yang menyegarkan, gorengan yang panas-panas gurih, tentulah menu cuci mata. Kalau saya pas beruntung kita bisa ketemu dengan kawan lama sesama konsumen juzz vaganza dan berjumpa dengan orang-orang tua penghuni tetap kampus UGM, lalu mengundangnya nimbrung minum juzzz vaganza.... yoook mampir yook

28 Jul 2007

nothing to say today

Tak ada yang ingin kuceritakan padamu kali ini, kecuali mengajakmu memandang pada sebuah senja. Menikmati camar-camar yang lewat senyap di udara dan menghirup udara dalam-dalam, nafas kota yang penat. Tak ada yang ingin kubisikkan padamu, kecuali membiarkan mulut kita masing-masing terkunci dan soliluqui--kesempatan ini diri sendiri adalah kawan bicara paling mengerti. Tak ada yang ingin kupertanyakan pada kesempatan ini kecuali biar kita pandang lekat-lekat dan kita petakan satu demi perlahan demi perlahan perubahan warna itu.

27 Jul 2007

Situs Gampingan

Keponakanku satu-satunya, namanya Gading. Nama yang diberikan bapaknya karena kenangan khusus akan "Gampingan". Sebuah tempat yang kini seperti selongsong kepompong yang ditinggalkan kupu-kupunya. Sebuah gedung bekas kampus ISI (Instutut Seni Indonisia). Semenjak ditinggalkan "kupu-kupunya', gedung itu lantas satu demi lantas bermetamorfosis; laun demi laun orang-orang menorehkan grafiti dan coretan-coretan dinding pada temboknya, orang-orang gila yang menempati bekas kelas-kelas kosong, patung-patung dan monumen-monumen hilang dicuri dan penjarahan-penjarahan. Lantas puing-puing itu lengkaplah sudah dengan rumput-rumput dan pohon-pohon yang menjalar.
Orang-orang bilang;"Pada beringin besar di sebelah pendopo Sasana Aji itu ada Wewe-nya."
Suatu pernah bermukim juga komunitas Taring Padi, yang mengobarkan kiprahnya, secara underground di selongsong bangunan itu. Sang kupu-kupu itu juga telah terbang dari kepompongnya setelah musim reformasi bergulir. Kini beberapa orang mantan taring padi sering datang di bangunan itu, sekedar beromansa atau mengatakan pada orang-orang;"Dulu kami kencing di sini lho?"

Keponakanku satu-satunya yang bandel bukan main yang selalu membuat ruang keluarga seperti kapal selam pecah yang selalu berteriak-teriak yang sekarang sudah bisa bernyanyi balonku ada lima yang suka, dulu bercikal bakal di selongsong gampingan itu.Di selonsong gampingan itu, Bapaknya, karib-karib lama, dalam suasana komunal, hari-hari penuh rencana,riang gitar, botol-botol, kanvas dan kuas.

Kadang-kadang orang-orang yang menggeliat dalam selongsong bangunan itu bilang pada kawan-kawan baru yang datang;"Penah melihat sang hantu Donna?"

Kawan-kawan baru datang setelah kawan-kawan lama menjadi kupu-kupu dan terbang meninggalkan kepompong bangunan itu. Kawan-kawan baru terkadang masih bermimpi seperti mimpi kawan-kawan lama yang meninggalkannya. Kini selongsong gampingan itu akan dipugar menjadi sebuah museum.

Metamorfosis terus berlanjut....

23 Jul 2007

Riwayat Pengayoeh Sepeda Imogiri Djogja

Doloe roemahkoe menempati persis di pinggir jalan imogiri. Jalan yang membikin kenangan terekam koeat. Masih koeingat saat aspal pertama ditoerehkan pada jalan tanah keras berbatoe itu, juga saat akoe menangis keras-keras maoe naik "setom" pertama jang melindas jalan imoegiri itu. Semendjak itoe lambat laoen soroet lenjaplah soedah kini gerobak pedati dengan sapi-sapi jang berjalan lemah gemoelai dengan malas. Akoe soeka ndompleng di belakang gerobak sapi-sapi itu djang terkadang mengangkoet teboe, setoempok roempet, hasil panen padi atau tembikar-tembikar batoe bata dan genting oenteok dipasarkan di iboe kota. Akoe juga masih ingat saat Trotoir pertama dibangun dan saloeran irigasi diperkoeat dengan semen setjara goetoeng roejoeng oleh program ABRI masoek desa. Saloeran irigasi itu menjadi tempat bermainkoe mentjari ikan ketjil-ketjil dan boeang hajat sebeloem bapak membangoen kakoes sendiri di halaman belakang.
Akoe juga masih ingat saat akoe harus menghindari "Plumbir", alias padjak oentoek sepeda saat aku maoe berangkat sekoelah naik sepeda BMX. Tjukong-tjukong penarik "pumbir" itoe soedahlah mendjadi kenangan djoega sifat galak-galak mereka.
Jalan Imogiri itoe selaloe ramai siang dan malam, karena jalan ini menjadi oerat nadi bagi masjarakat Bantoel. Tentoelah banjak, bahkan semenjak pagi boeta bakoel-bakoel dari bantoel, petani-petani, boeroeh-boeroeh pabrik, anak-anak sekoelah berangkat mengayoeh sepeda melewati jalan imogiri ini.
Saja doleo sampai taoe persis djadwal siboek ruas jalan imoegiri ini, kira-kira berlangsoeng sampai atkhir saja menjelesaikan sekoealah rendah; dimoelai semenjak dini hari sebeloem soeboeh, oemoemnya iboe-iboe atau bapak-bapak penjoeal sajur. Dengan sepeda dan kronjot di belakang jang penoeh berisi hasil boemi mereka mengajoeh di saat orang-orang dan saja sendiri masih terlelap. Kadangkala terdengar soeara gemerisik ajam-ajam dalam keronjoet pengangkoet ajam dari bapak-bapak pengangkoet ajam itoe. Laloe, selepas soeboeh, masih dengan oedara yang dingin dan kaboet djang lindap, saat fadjar pertama merekah, para boereh-boereoh pabrik dan pekerdja-pekerdja kantoeran giliran melaloe djalan itoe. Di belakang sepeda onthel mereka biasa terpasang alat-alat toekang seperti tali tampar, pacoel, tas kantoeng dan sebagainya. Akoe bisa taoe kalaoe mereka sejenis pekerdja penggali soemoer kaloe di mereka beriringan bertiga ataoe berdoea sadja dengan belakang sepeda mereka beberapa goeloeng tali tampar, ember plastik, linggis, dan patcoel lengkap dengan seboeah topi penoetoep kepala.
Mengindjak poekoel enam pagi sampai sekitar djam toejoe, gantian para peladjar-peladjar dan karjawan kantoer djang melaloe jalan itoe. Para karjawan kantoran terlihat mlipis, dengan bajoe pantalon dan sepatoe kinclong, Sedangkan anak-anak sekolah seperti akoe waktoe doleo baru gempar-gemparnya sepeda BMX.
Itoelah sekeloemit cerita mengenai pengajoeh sepeda Imogiri Djogja. Kalaoe kini Bapak-bapak, Iboe, saudara,saudari melewati jalan imogiri, moengkin tinggal orang-orang toea pedagang-pedagang sajoer saja jang bisa anda temoei, masih oetoeh seperti jang doloe lengkap dengan keronjotnja.