28 Jul 2007

nothing to say today

Tak ada yang ingin kuceritakan padamu kali ini, kecuali mengajakmu memandang pada sebuah senja. Menikmati camar-camar yang lewat senyap di udara dan menghirup udara dalam-dalam, nafas kota yang penat. Tak ada yang ingin kubisikkan padamu, kecuali membiarkan mulut kita masing-masing terkunci dan soliluqui--kesempatan ini diri sendiri adalah kawan bicara paling mengerti. Tak ada yang ingin kupertanyakan pada kesempatan ini kecuali biar kita pandang lekat-lekat dan kita petakan satu demi perlahan demi perlahan perubahan warna itu.

27 Jul 2007

Situs Gampingan

Keponakanku satu-satunya, namanya Gading. Nama yang diberikan bapaknya karena kenangan khusus akan "Gampingan". Sebuah tempat yang kini seperti selongsong kepompong yang ditinggalkan kupu-kupunya. Sebuah gedung bekas kampus ISI (Instutut Seni Indonisia). Semenjak ditinggalkan "kupu-kupunya', gedung itu lantas satu demi lantas bermetamorfosis; laun demi laun orang-orang menorehkan grafiti dan coretan-coretan dinding pada temboknya, orang-orang gila yang menempati bekas kelas-kelas kosong, patung-patung dan monumen-monumen hilang dicuri dan penjarahan-penjarahan. Lantas puing-puing itu lengkaplah sudah dengan rumput-rumput dan pohon-pohon yang menjalar.
Orang-orang bilang;"Pada beringin besar di sebelah pendopo Sasana Aji itu ada Wewe-nya."
Suatu pernah bermukim juga komunitas Taring Padi, yang mengobarkan kiprahnya, secara underground di selongsong bangunan itu. Sang kupu-kupu itu juga telah terbang dari kepompongnya setelah musim reformasi bergulir. Kini beberapa orang mantan taring padi sering datang di bangunan itu, sekedar beromansa atau mengatakan pada orang-orang;"Dulu kami kencing di sini lho?"

Keponakanku satu-satunya yang bandel bukan main yang selalu membuat ruang keluarga seperti kapal selam pecah yang selalu berteriak-teriak yang sekarang sudah bisa bernyanyi balonku ada lima yang suka, dulu bercikal bakal di selongsong gampingan itu.Di selonsong gampingan itu, Bapaknya, karib-karib lama, dalam suasana komunal, hari-hari penuh rencana,riang gitar, botol-botol, kanvas dan kuas.

Kadang-kadang orang-orang yang menggeliat dalam selongsong bangunan itu bilang pada kawan-kawan baru yang datang;"Penah melihat sang hantu Donna?"

Kawan-kawan baru datang setelah kawan-kawan lama menjadi kupu-kupu dan terbang meninggalkan kepompong bangunan itu. Kawan-kawan baru terkadang masih bermimpi seperti mimpi kawan-kawan lama yang meninggalkannya. Kini selongsong gampingan itu akan dipugar menjadi sebuah museum.

Metamorfosis terus berlanjut....

23 Jul 2007

Riwayat Pengayoeh Sepeda Imogiri Djogja

Doloe roemahkoe menempati persis di pinggir jalan imogiri. Jalan yang membikin kenangan terekam koeat. Masih koeingat saat aspal pertama ditoerehkan pada jalan tanah keras berbatoe itu, juga saat akoe menangis keras-keras maoe naik "setom" pertama jang melindas jalan imoegiri itu. Semendjak itoe lambat laoen soroet lenjaplah soedah kini gerobak pedati dengan sapi-sapi jang berjalan lemah gemoelai dengan malas. Akoe soeka ndompleng di belakang gerobak sapi-sapi itu djang terkadang mengangkoet teboe, setoempok roempet, hasil panen padi atau tembikar-tembikar batoe bata dan genting oenteok dipasarkan di iboe kota. Akoe juga masih ingat saat Trotoir pertama dibangun dan saloeran irigasi diperkoeat dengan semen setjara goetoeng roejoeng oleh program ABRI masoek desa. Saloeran irigasi itu menjadi tempat bermainkoe mentjari ikan ketjil-ketjil dan boeang hajat sebeloem bapak membangoen kakoes sendiri di halaman belakang.
Akoe juga masih ingat saat akoe harus menghindari "Plumbir", alias padjak oentoek sepeda saat aku maoe berangkat sekoelah naik sepeda BMX. Tjukong-tjukong penarik "pumbir" itoe soedahlah mendjadi kenangan djoega sifat galak-galak mereka.
Jalan Imogiri itoe selaloe ramai siang dan malam, karena jalan ini menjadi oerat nadi bagi masjarakat Bantoel. Tentoelah banjak, bahkan semenjak pagi boeta bakoel-bakoel dari bantoel, petani-petani, boeroeh-boeroeh pabrik, anak-anak sekoelah berangkat mengayoeh sepeda melewati jalan imogiri ini.
Saja doleo sampai taoe persis djadwal siboek ruas jalan imoegiri ini, kira-kira berlangsoeng sampai atkhir saja menjelesaikan sekoealah rendah; dimoelai semenjak dini hari sebeloem soeboeh, oemoemnya iboe-iboe atau bapak-bapak penjoeal sajur. Dengan sepeda dan kronjot di belakang jang penoeh berisi hasil boemi mereka mengajoeh di saat orang-orang dan saja sendiri masih terlelap. Kadangkala terdengar soeara gemerisik ajam-ajam dalam keronjoet pengangkoet ajam dari bapak-bapak pengangkoet ajam itoe. Laloe, selepas soeboeh, masih dengan oedara yang dingin dan kaboet djang lindap, saat fadjar pertama merekah, para boereh-boereoh pabrik dan pekerdja-pekerdja kantoeran giliran melaloe djalan itoe. Di belakang sepeda onthel mereka biasa terpasang alat-alat toekang seperti tali tampar, pacoel, tas kantoeng dan sebagainya. Akoe bisa taoe kalaoe mereka sejenis pekerdja penggali soemoer kaloe di mereka beriringan bertiga ataoe berdoea sadja dengan belakang sepeda mereka beberapa goeloeng tali tampar, ember plastik, linggis, dan patcoel lengkap dengan seboeah topi penoetoep kepala.
Mengindjak poekoel enam pagi sampai sekitar djam toejoe, gantian para peladjar-peladjar dan karjawan kantoer djang melaloe jalan itoe. Para karjawan kantoran terlihat mlipis, dengan bajoe pantalon dan sepatoe kinclong, Sedangkan anak-anak sekolah seperti akoe waktoe doleo baru gempar-gemparnya sepeda BMX.
Itoelah sekeloemit cerita mengenai pengajoeh sepeda Imogiri Djogja. Kalaoe kini Bapak-bapak, Iboe, saudara,saudari melewati jalan imogiri, moengkin tinggal orang-orang toea pedagang-pedagang sajoer saja jang bisa anda temoei, masih oetoeh seperti jang doloe lengkap dengan keronjotnja.