Tampilkan postingan dengan label green inflation. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label green inflation. Tampilkan semua postingan

23 Jan 2024

Antara Greenflation, Greenfashion, Green Economy dan Greenriver

 

Di sebelah  rumah kami adalah sungai Opak yang mengelir sepanjang tahun, tidak pernah mengering. Sungai ini menjadi tempat penghidupan para penggali pasir meskipun skalanya hanya kecil. Saban hari paling tidak sekali atau dua kali atau mungkin bisa 3 kali bak mobil pick up akan melintas membawa hasil panenan pasir. Meski pasir-pasir itu seperti tak ada habisnya, tetapi konon menurut orang-orang itu semakin lama semakin sulit mengumpulkan pasir dari titik-titik lokasi yang ada. Jumlah mereka pun tak sebanyak dahulu yang didominasi orang orang paruh baya. Mungkin tak lebih dari setengah lusin. Ada seorang remaja yang ikut rombongan penggali pasir itu tetapi sepertinya hanya khusus menjadi supir pick up, bukan lagi terjun ke sungai menggali pasir. 
Bagi penggali pasir berlaku juga musim panen besar, yakni apabila sang Merapi memuntahkan isi perutnya untuk kemudian mengalir menjadi banjir lahar dingin, maka pastilah sekujur sungai opak itu akan dipenuhi berkubik-kubik pasir. Musim panen yang skala kecil-kecil datangnya bisa tiap tahun yakni sehabis musim hujan dimana sungai membawa banjir yang akan mengisi cekungan-cekungan pasir itu dengan pasir-pasir baru. Begitu seterusnya sekelompok kecil lingkaran penghidupan penggali pasir itu di dekat tempatku. Tak ada peralatan berat yang mereka gunakan, selain sekop pasir, wadah yang ditaruh dalam ban bekas serta tenaga mereka. Pun saat ini tak ada truk yang diperbolehkan masuk, melainkan sebatas mobil pick up. Karena toh tak banyak yang bisa dikeruk kembali dari sisa hempasan banjir kecuali apabila merapi kembali erupsi.Bertahun-tahun sampai kemudian sepertinya sudah ada hukum hukum keseimbangan antara tinkungan sungai opak itu dengan kelompok penggali pasir itu untuk menggali pasir sampai batas tertentu. 

Wajah-wajah penggali pasir itu, tentu saja kami hapal karena hampir saban hari berpapasan melintas di jalan satu satunya depan rumah kami yang menghubungkan tikukan terakhir menuju kelokan sungai opak yang menjadi titik kumpul mereka. Di tempat itu, penanda kehidupan penggali pasir dapat terlihat jelas gubug bambu, wadah, ban bekas, tali tempat mereka meletakkan wadah-wadah dan gundukan-gundukan hasil mengali pasir. Konon katanya, saat musim panen pasir, yakni selepas musim banjir berlalu, orang-orang itu dapat berangkat dini hari menggali pasir sampai kemudian selesai menggali di pagi hari ini. Kemudian mobil-mobil pick up akan merapat di pagi hari itu, mengangkut hasil galian, lantas menjualnya ke lokas-lokasi pembangunan, atau orang-orang yang membutuhkannya secara langsung.

Tubuh para penggali pasir itu rata-rata kekar dengan kulit gelap terbakar. Sepertinya tak ada dalam kamus mereka rasa takut pada sungai itu, pada dinginnya air, kawanan ular, atau cerita-cerita tentang makhluk gaib penunggu sungai opak. 
 
"Apa hubuhannya dengan greenflation?" Katamu, sembari nangkring di bawah rumpun bambu dan potongan-potongan kayu dimana dahulu pernah ada jembatan gantung dari bambu disitu.
 
Dahulu memang pernah ada jembatan bambu disitu yang disaat musim kemarau kita biasa berdiri memandang lanscapa sungai opak yang berwarna hijau berkilau karena jutaan ganggang serta lumut-lumut yang tumbuh serta pantulan rimbun bambu.
 
Sungai opak, sungai penghidupan itu memang punya banyak warna. Kadangkala berwarna coklat, kadangka bening bercahaya, atau berwarna hijau seperti laiknya greenriver. Saya rasa, warna yang hijau, aroma sungai, gangang, ikan-ikan, ular, biawak, rumpun bambu, para pemancing serta orang-orang penggali pasir, bahkan dirimu sudah menjadi bagian kesatuan ekologi tikungan sungai itu.
 
"Asbun kau, bahkan tak nyambung tentang greeneconomy pun", Katamu sambil menghela nafas yang tanpa kau sadari nafasmu telah mengeluarkan karbon monoksida yang sebagian ditangkap oleh hijau daun rimbun bambu itu serta klofil ganggang-ganggang di permukaan sungai opak itu. 

Kamu tidak menyadari tentang 'equilibrium'. Green economy konsep dasarnya tanpa kita sadari telah terjadi orang-orang itu, dengan tidak menambang pasir berlebihan, dengan menganggap sungai adalah sungai kehidupan yang hidup dan bercakap dari waktu ke waktu kepada pemancing yang mencari ikan, kepada kita yang memandang ganggang-ganggang dari atas jembatan bambu untuk terus saling menjaga keseimbagan ini.

"Kamu terlalu ngayal tingkat tinggi! pun tak ada hubungannya dengan greenflation!" Serumu sembari dengan reflek menepuk jidatmu yang tersengat oleh nyamuk kebun. Kamu sedikit terhenyak saat melihat nyamuk yang berhasil kau bunuh hingga gepeng dan berdarah-darah itu ternyata bercorak hitam putih di kakinya!
"Aides Aigepty"! serumu dengan wajah menyiratkan kecemasan!
 Tetapi tidak kita tahu, tidak hanya sekali ini kita digigit nyamuk seperti itu dan tidak terjadi apa-apa. Bukankan ia juga bagian dari ekosistem ini? Bagaimana juga nyamuk itu tidak ada, atau dibuat punah? Saya belum bisa membayangkan yang terjadi, tetapi pastinya akan ada keseimbangan baru dan tentunya sebelum keseimbangan baru itu terjadi akan terjadi "sesuatu chaos" mungkin itulah gambaran inflasi hijau! 
 
"Ah, kamu asal ngomong saja!", katamu sembil mengambil batu kecil, lantas melemparkan sejauhnya menuju ujung sungai itu.
====
 
Lalu akupun teringat kutipan sajak Sapardi Joko Damono
"Dalam diriku mengalir sungai, darah namamnya...."