Ada beberapa hal tengah menggeliat dikotaku. Entah ini ada hubungannya tidak dengan mitos belanja akhir tahun atau tidak. Sebuah mitos bahwa akhir tahun instansi dan dinas-dinas pemerintahan disibukkan dengan menelisik ‘daftar belanja’ masing-masing. Kalau ada sisa duit dari ‘daftar belanja’ , maka di anggaran belanja tahun mendantang, anggaran terancam akan dipangkas. Tak mau kalah dengan gaya hidup sebagian orang-orang urban di kotaku yang akhir tahun ini sibuk belanja akhir tahun, mengejar daftar diskon dan cuci gudang yang dipajang di etalase-etalase. Bagi sebagian orang-orang urban itu, pemenuhan berbelanja sebagai homo ekonomikus lebih didasari sebagai ‘gaya hidup’ masyarakat modern dimana mode of consumsion lebih utama daripada mode of production. Namun semoga itu bukan moda yang sama bagi kotaku, membelajakan anggaran dengan proyek-proyek kejar tayang karena dalih aji mumpung. Tetapi baiklah kita khusnudzon ria alias berbaik sangka, bahwa akhir tahun ini kotaku ingin mempercantik diri.
Ada beberapa geliat proyek mempercantik kota yang kucatat...
Pertama, melintaslah di bagian utara kotaku malam hari, anda akan menemukan geliat para pekerja siluman di bawah komando sebuah dinas yang namanya cukup aneh ditelinga; Kimpraswil. Kimpraswil ini bagiku seperti nama sebuah jajajan tradisional yang bahan dasarnya adalah cassava alias ubi kayu. Tapi tidak! Kimpraswil dengan pasukan siluman tengah sibuk-sibuknya membuat gorong-gorong saluran air terpadu di ruas jalan Kaliurang. Saya sebut pasukan siluman karena jejak mereka tak akan nampak di siang hari kecuali bekas galian tanah yang mengunduk di kanan kiri jalan, plakat kayu bertuliskan ‘maaf perjalanan anda terganggu’, sebuah backhoe yang nangkring di pinggir protokol dan lubang-lubang menganga. Tapi pekerjaan ‘gali lubang tutup lubang’ ini dikerjakan dengan taktis dan sistematis. Semisal anda satu hari saja tidak melewati jalan itu, maka anda akan menemu jejak gali ‘lobang tutup lubang’ itu sudah berpindah tempat kira-kira 100 meter jauhnya dari tempat sebelumnya. Dan, pada tempat galian sebelumnya giliran pasukan siluman pengecor aspal yang meninggalkan jejak drum-drum aspal, truk pengangkut aspal dan stoom yang parkir di pinggir protokol. Yup, pekerjaan mereka membuat gorong-gorong saluran air terpadu konon bertujuan agar limbah rumah tangga dari comberan, buangan kakus, buangan air dan sebagainya bisa disalurkan ke dalam sebuah chamber raksasa di luar kota. Di chamber raksasa ini ada IPAL (instalasi pengolahan Air limbah) yang akan menyaring segala sesuatu dari urat-urat gorong-gorong di sekujur kota. Mungkin kini anda membayangkan perjalanan ‘si kapal selam kuning’ yang meluncur dari toilet sebuah hotel, warung, rumah atau sekolah, bergerak pelan tapi pasti melalui urat nadi gorong-gorong yang membelah bawah kota sebelum akhirnya perjalanannya terdampar di IPAL. Dan, di IPAL itu ribuan mungkin jutaan ikan lele sengaja dipelihara dengan ‘asupan gizi’ yang melimpah tumbuh menggelepar-gelepar gemuk. Si komplotan lele sebagian besar di distribusikan ke warung-warung pecel lele di pinggir-pinggir jalan kotaku. Maka terjadilah siklus daur ulang antara konsumen-pengurai-produsen-konsumen itu. Yummy. Tapi mari, sekali lagi itu hanya sekedar illustrasi, dan banyak tujuan positif dari pembangunan gorong-gorong terpadu itu. Yakni; kini tak perlu risau lagi pencemaran e-coli di sumur-sumur dan sungai-sungai. Tabiat jahiliyah membuang limbah cair ke sungai juga mulai terkurangi, setidaknya meskipun tiap warga harus merogoh kocek Rp. 500,- per bulan untuk langganan saluran pembuangan terpadu ini, tetapi mereka tidak lagi khawatir kena sakit perut.
Kedua, Dinas lain tak mau kalah dengan kimpraswil adalah DLLAJR, yang punya pasukan siluman pula; tukang cat aspal dan pemasang rambu-rambu lalu lintas. Tiba-tiba di suatu pagi yang biasa saat aku tengah mengayuh sepeda ke kantor, aku tersentak pada sudah adanya jalur kuning dengan ikon sepeda di kiri kanan jalan. Jelaslah jalur kuning ini sebagai jalur sepeda yang bisik-bisiknya akan diupayakan menyeluruh di seluruh kota lengkap dengan infrastruktur pendukung dari areal parkir sepeda, rambu-rambu, bahkan konon kompartemen tempat istirahat pesepeda. Selain jalur kuning seukuran 1 meteran itu, dibuat pula tempat tunggu pesepeda di perempatan-perempatan dengan tanda hijau mencolok dan cat kuning menonjol ikon sepeda, juga plakat-plakat ‘jalur alternatif sepeda’ pada ujung gang-gang kecil lengkap dengan informasi ke arah mana jalan alternatif itu menuju. Kali ini kotaku terinspirasi dari Bogota, sebuah kota dari negera berkembang di Afrika yang tumbuh pesat berkembang dengan dibuatnya rapid-mass-transportation berupa bussway, pengurangan jumlah kendaraan bermotor dan pembuatan jalur sepeda terpadu. Keberhasilan Bogota menjadi inspirasi bagi kota-kota di negera berkembang lain, seperti halnya kotaku. Dan, pada jalur kuning itu, kukayuh sepedaku dengan sem angat, semakin kencang semakin berpeluh, tapi ada yang masih terasa aneh, yakni baru kusadari sepanjang kiri kanan hampir tak kutemukan pesepada yang lain. Semoga seperti hal itu bukan untuk waktu lebih lama. Fiufhhh
Ketiga, adalah pohon-pohon peneduh jalan. Entah ini pekerjaan tim siluman di bawah kimpraswil atau DLLAJR atau dina-dinas yang lain, tetapi tiba-tiba saja muncul pohon-pohon seukuran dada di kiri kanan jalan. Tentu tak ada pohon di dunia ini dengan teknologi inplantasi paling mutahir pun, untuk membuat pohon tiba-tiba tumbuh dalam semalam. Selain pohon-pohon itu ada pada beberapa tempat tiba-tiba muncul kanopi-kanopi kecil dari rangka besi yang dibawahnya terdapat pipa panjang horisontal yang sepertinya dirancang untuk tempat nongkrong sambil berteduh. Pada bagian kaki-kaki kanopi mulai tumbuh menjuntai tanaman merambat seperti tanaman anggur. Saya tak tau pasti apa nama tanaman merambat itu, tetapi sepertinya untuk beberapa tahun mendatang kanopi itu akan dilingkupi tanaman merambat dan orang-orang akan semakin banyak yang nongkrong di kanopi itu untuk mampir ‘ngiyup’ . Lepas dari ini bagian daftar belanja akhir tahun siapa, tetapi aku cukup senang dengan kotaku yang dipersolek dengan pohon-pohon.
Keempat, kontras dengan prinsip hemat energi yang digembar-gemborkan PLN, kotaku dikosmetik dengan kelap-kelip lampu. Berbagai macam model lampu flip flop yang dipajang; ada yang dibuat dalam bentuk kipas, burung yang bisa bergerak-gerak seperti mematuk-matuk, melingkupi pepohonan sampai dengan sekedar lurus mengikuti jalan aspal. Baiklah, lepas dari ketidak sepakatanku pada ‘boros energi’, tetapi ini lebih baik daripada kota Bandung yang menurut temanku punya ‘dinas’ penerangan pelit dengan membiarkan kota gelap gulita dan taman-taman dibiarkan remang-remang. Ya, barangkali kotaku terinspirasi dari cerpen karya Umar Kayam ‘seribu kunang-kunang di manhattan’.
Kelima, Tugu adala ikon kota Jogja. Kalau tugu bisa ngomong tentu ada ribuan cerita yang bisa dituturkan. Seperti halnya saban malam, pada dinding tugu yang dingin itu orang-orang yang kebanyakan anak muda akan berfoto ria di depan tugu. Dengan berbagai macam pose; dari pose memeluk tugu, pose duduk-duduk, pose memunggungi, pose melompat dan centang perentang pose ekstrim lainnya. Saking banyanyak orang ingin berpose di depan tugu, lambat laun,di areal protokol di depan perempatan tugu, muncul para tukang parkir sampai dengan juru foto. Sebuah fenomena tak asing seperti lumut pasti tumbuh di tempat lembab di seantero kota apabila ada wisata alternatif semacam. Bangunan berbentuk tugu batu peninggalan kerajaan mataram itu telah mengalami beberapa kali pemugaran. Tugu juga tak luput dari peristiwa gempa besar yang konon membuat bagian ujungnya yang berupa bulatan, lantas menggelinding. Di tahun ini beberapa kali kuperhatikan tugu sudah mengalami setidaknya 3 kali pemugaran di bagian dasarnya. Pertama, pembuatan taman, kedua dipangkas habis menjadi badan aspal dan ketika dikembalikan lagi dengan pembuatan taman. Kini, terakhir persis akhir tahun ini, bagian bawah tugu dipugar lagi, kali ini saya tak mau menebak akan dijadikan apa. Ya, akhir tahun ini pula, tugu sebagai ikon kota jogja turut dipercantik. Nun, kalau tugu bisa ngomong barangkali ia akan mengeluh.