1 Des 2009

Si Unyil

unyil1 Si Unyil boneka yang digerakkan dengan tangan itu adalah benda yang ajaib bagi anak itu. Apalagi di tahun 1988-an ketika kotak televisi yang seukuran almari dengan warna yang masih grayscale serta gelombang siaran televisi masih dimonopoli oleh TVRI, dengan usia jam tayang pendek antara jam 15.00 WIB sampai dengan tengah malam, membuat program-program di televisi ‘apapun’ itu adalah program yang luar biasa. Sementara, khusus hari minggu adalah hari istimewa dengan suguhan siaran dari pagi sampai dengan siang dan format acara lebih didominasi hiburan. Nah, serial boneka Si Unyil mendapatkan slot di Hari minggu ini, dengan waktu tayang sekitar 1 jam.

Maka bocah itu tak mau melewatkan Si Unyil barang se-episode-pun. Meski Sungguh kalau dilihat lagi boneka si Unyil ini bukan bandingan dengan tayangan boneka lainnya di saat ini. boneka sesame misalnya, yang penuh pernak pernik warna warni, dengan bola mata yang bisa berkedip kedip, mulut bisa berbicara dengan lincah, ataupun bisa terlihat dari ujung rambut sampai ujung kaki. Boneka si Unyil ini hanya bisa menggerak-gerakkan tanganya yang mungil, mengangguk-angguk atau menggeleng-gelengkan kepala. sementara raut muka boneka ini statis saja, tak bisa berkedib dan menggerakkan mulut. Bahkan saking kecilnya tangan boneka-boneka dalam si Unyil terlihat jemarinya saling menyatu.

Kostum juga nyaris tak berubah. Unyil dengan kupiah, sarung di selempang, Pak Raden dengan kumis tebal, baju hitam, ikat kepala, tongkat serta tokoh2 lainnya selalu sama. Maka muncul karakter yang tokoh si Unyil yang stereotype; Pak Ogah yang berkepala plontos dan mulut yang selalu ‘mecucu’ bersama karib Pak Ableh yang berambut gondrong. Keduanya selalu muncul dalam gardu pos kampling yang ‘mini'. Seakan-akan ada kesan bahwa pak Ogah dan Pak Ableh adalah dua sahabat abadi yang asal muasalnya antah beratah dan menghuni pos siskampling tersebut dari waktu ke waktu. Sampai sekarang saya tidak bisa melihat apakah kedua tokoh penghuni pos siskampling mini ini sebagai tokoh Antagonis ataukah Protagonis. Berulangkali saya justru merasa trenyuh melihat kedua tokoh tersebut adalah tokoh yang selalu ketimpa Apes. Misalnya saat keduanya meresmikan perusahaan Batako ; ‘Perusahaan Batoko Ekspress Gembol’. Perusahaan batako dengan nama paling unik sedunia dan berkantor di posiskampling mini. Pak Ogah menjadi direktur utamanya, sedangkan Pak Ableh menjadi Asistenya, entah asisten jabatan apa, tetapi pak Ablehlah yang setia mengabdi pada direkturnya tersebut. Perusahaan ini sering disebut-sebut sebagai perusahaan multiusaha dengan usaha yang berganti-ganti, tidak hanya mencoba memproduksi batako, tetapi apapun itu. Saya sudah tidak begitu ingat lagi apa saja usaha silih berganti dari Perushaaan Batako Ekspress gembol ini, tetapi adalah stereotype kedua tokoh ini untuk ditutup dengan ke-apesan.

‘Apes lagi, apes lagi’

Tak usah lebih jauh membandingkan Boneka si Unyil dengan boneka Sesame, atau boneka Teletubies yang bisa kelihatan ‘punya kaki’ yang berjalan-jalan, bahkan bisa naik otopet. Bandingkan saja boneka si Unyil dengan serial boneka yang lain dari dalam negeri. Setidaknya, boneka si Unyil yang tak pernah terligat kakinya dan mulutnya selalu dengan ekspresi sama ini telah bertahan 1 dekade lebih. Bahkan kini ada laptop si Unyil meskipun hanya memunculkan tokoh si Unyil saja tanpa menampilkan tokoh-tokoh lainnya. Pernah suatu kali PPFN sebagai produsen si Unyil ini menayangkan ulang si Unyil secara komplit, tetapi konon dengan tampilan yang ‘sama persis’ tak ada anak-anak sekarang yang tertarik menontonnya, kecuali orang-orang dewasa yang dulu adalah fans berat si Unyil.

****

Sekali lagi, pokoknya bocah itu tak mau melewatkan si Unyil, barangse sekuel pun. Si bocah itu umur 4 tahun, sudah dititipkan ibunya di sekolah Taman Kanak2. Sekolahnya adalah TK ABA Aisyiyah yang berdiri di bawah naungan yayasan ibu-ibu Aisyiyah yang mempunyai hari libur sekolah hari Jum’at. Sehingga hari Minggu bagi bocah itu adalah hari yang berat ketika harus melewatkan si Unyil.

“Kok tiba-tiba demam ya?”

“Baiklah, hari ini libur'”,kata ibunya.

Bocah itu memang punya ide cemerlang. Maka, setiap hari minggu, apapun itu alasannya, dari sakit demam, sakit perut atau apapun, bocah itu selalu mencari-cari alasan agar tidak masuk sekolah. Sampai suatu ketika beberapa guru menaruh curiga, mengunjungi bocah yang selalu absen saban minggu itu sambil buah-buahan.

“Lhoo… nak candra, katanya sakit, lha kok kelihatan ceria begitu”

“Ndak Bu, libur buat nonton Unyil. Salahnya kok Unyilnya ndak tayang hari jumat atau sekolahnya kok ndak libur pas Minggu”

Ya, ya, akhirnya Ibunda bocah itupun paham betul kemauan anaknya. Akhirnya ibunda bocah itu punya ide cemerlang juga. Memasukkan si bocah ke SD negeri meskipun belum cukup umur dan meskipun baru menjejakkan kaki di TK itu belum genap 1 tahun.

“Yang penting, sekolahnya mau menerima, dan yang penting lagi kamu tidak ketinggalan si Unyil lagi” kata ibunda bocah itu.

Ibunda bocah itu memang bijaksana sekali.

10 Nov 2009

Permainan Gundu

Kira-kira persis di bangunan Warnet itu, warnet Hero namanya, dua puluh tahun lampau adalah hamparan kebun dengan rerimbun pohon pisang, sebuah pohon mangga, pohon sukun tua dan sebuah pohon jambu persis di tengah-tengah. Pembatas halaman hanyalah beberapa deret tanaman teh-tehan yang daun-daunya mirip daun seledri (sampai saat inipun aku tak tahu apa nama dan guna tanaman itu selain sebagai pagar hidup yang bisa dipotong bentuknya sesuai keinginan). Dan, pada pohon jambu itu, bentuknya berliuk-liuk ke dengan cabang-cabang tebal seperti otot-otot raksasa, menengadah ke langit. Pada pokok-pokok cabang itu, biasa bertengger kami anak-anak kampung, bergelantungan, memetiki buah jambu yang baru pentil-pentil, bersenda gurau dan merencanakan ‘apa permainan hari itu’. Pun, sepertinya buah jambu di halaman itu tak pernah berhenti berbuah saban musim.

Piye nak Main damparan?” (Bagaimana kalau main Damparan? - adalah lomba adu batu yang dilempar dari jarak terentu)

“Piye nak nekeran wae!” (Bagaimana kalau main Gundu saja! -Nekeran alias gundu adalah permainan yang bakal tak bahas kali ini)

-----

Gundu atau kelereng adalah permainan yang menurutku ‘kejam’. Aturannya dalam sebidang tanah di halaman rumah kawanku yang memiliki dua saudara, kakak beradik, satu hitam berperawakan gempal dan yang satu berperawakan kurus, adalah membuat gambar kotak persegi di atas tanah tersebut. Kira-kira ukuran kotaknya 1/2 x 1 meter persegi. Lantas pada tengah-tengah kotak persegi tersebut, dibuat cekungan kira-kira seukuran bola kasti (bola yang biasa untuk main tenes) dengan cara dikeruk. Atau dengan cara yang aneh; seseorang dari kami berdiri dengan satu kaki dengan ujung dari satu kaki tersebut persis tengah-tengah kotak persegi. Lantas, ia akan berputar dan berputar terus sampai ujung telapak kaki itu telah membentuk ceruk berbentuk bulat penuh di tanah. Maka jadilah arena permainan gundu tersebut. Terakhir, kira-kira berjarak sepuluh langkah kaki dari kotak itu, dibuat garis tempat para pemain gundu atau kelereng memulai melemparkan gundu, tanda permainan bisa dimulai.

Aturan selanjutnya, mana gundu yang paling mendekati ceruk di pusat gambar kotak persegi itu, dialah pemain gundu yang akan memulai ‘tembakan’ pertama. Tembakan gundu diarahkan kepada gundu yang lain sebagai pesaing. Tetapi pemain gundu harus menembak dari luar bidang kotak persegi, artinya demikianlah fungsi kotak persegi sebagai garis pembatas tembakan pemain. Tugas utama pemain adalah mencoba memasukkan gundu mereka sendiri (gacuk) ke dalam ceruk di pusat kotak persegi. Siapa yang berhasil masuk ceruk, maka ia berhak meninggalkan permainan dan menunggu untuk memberikan hukuman bagi siapa saja pemain terakhir yang tak bisa memasukkan gundu ke delam ceruk sebagai pusat permainan. Masing-masing pemain mendapatkan satu kali kesempatan tembakan bergiliran. Dan disnini para pemaian bisa berstrategi dengan menembak gundu lawan guna menjauhkannya dari pusat ceruk. Pemain yang terakhir masuk ke ceruk, dialah yang kalah dan mendapatkan hukuman.

Sesi hukuman adalah sesi paling kejam dari permainan ini. Si terhukum harus meletakkan kedua telapak kanan di atas ceruk dengan punggung telapak tangan mengadap ke atas. Lantas para pemenang akan melemparkan sejumlah gundu seseuai urutan pemenang dari atas si pesakitan (pemain yang kalah). Cara melemparkannya si penghukum akan berdiri persis di atas pesakitan yang jongkok dengan punggung telapak tangan menghadap ke atas dan melemparkan gundu kira-kira persis dari kepala si penghukum. Berurutan pemenang dari yang pertama sampai terakhir jarak dibuat lebih turun sedikit; tembakan dari kepala, dari dada, lantas dari pusar. Beruntung apabila meleset, gundu hanya mengenai tanah atau langsung masuk ke ceruk sebagi pusat permainan, tetapi apabila gundu mengenai persis tulang belulang pungggung telapak tangan, sakitnya alang kepalang. Gundu yang terbuat dari kaca pejal itu bertemu dengan tulang yang keras, sampai berbunyi ‘Thook’

----

Dua puluh tahun yang lalu, halaman yang kini jadi Warnet, itu adalah halaman tempat kami, kira-kira 10an orang anak kampung biasa bertengger di pohon jambu dan merencanakan sesuatu; ‘Apa permainan kali ini”

“Moh ah nak main kelereng lagi”, Kataku sambil memperlihatkan kedua punggung telapak kananku yang masih memar-memar.

Aku sendiri masih heran, mengapa aku selalu kalah dalam setiap kali bermain gundu? Tetapi saban kali permainan itu diadakan aku tetap ingin ikut saja, sambil sesekali berharap bisa membalas kekalahan.

“Ini bukan soal kalah dan menang kawan, ini soal bersenang-senang”

Bah, pikirku, tapi tetap saja kalau tiap kali kalah dan tembakan hukuman tak pernah meleset, tangan akan merah-merah. melebam sampai berhari-hari. Sungguh, kejamnya permainan ini. Dan kulihat wajah temanku yang sering menang seperti tersenyum puas sebagai si eksekutor paling handal.

Oiya, Kalau anda bingung aturan permainan ini, ah baiknya lupakan saja. Jangan dipelajari dan jangan dibudidayakan lagi permainan ini, karena pada intinya di akhir pemainan ini adalah episode eksekusi pemain yang kalah dengan bunyi ‘thok’ tadi yang berarti tangan yang memar sampai berhari-hari. Lupakan dan biarlah ini jadi trauma masa silamku. Huh

bravoo