8 Des 2009

Ku tunggu mangga mu

Foto Courtesy 'Geng Penunggu Pohon Mangga' halaman belakang Kantor KYPA Pohon mangga di halaman sekolah SD Cepokojajar, di pelosok desa Piyungan itu berjumlah dua pohon yang kesemuanya tidak begitu tinggi. Ada sekitar 130 murid, 13 guru, seorang kepala sekolah dan 1 orang petugas penjaga sekolah. Sehingga setidaknya ada 145 kepala yang bakal menjadi beneficieries (penerima manfaat) bagi gerombolan buah mangga itu. Kalau dibagi adil sejumlah kepala itu, pastinya ada yang mendapat mangga seukuran kepalan bayi dan ada yang mendapat mangga terbesar seukuran kepalan raksasa. Tapi dalam kenyataan tak ada mekanisme matematis seperti itu, karena secara alamiah, entah dengan model apa, segenap warga sekolah menerima manfaat dari buah mangga-mangga itu.

Nun, selepas ngobrol santai dengan seorang guru di Sekolah SD tersebut, tiba-tiba saja ia mengeluarkan sebuah bungkusan plastik besar berisi buah-buah Mangga.

“Monggo, Mangga nya. hasil panen dari halaman sekolah’ Maka Semenjak pemberian itu maka saya seperti terikat pada hubungan simbiosis berbalas-budi.

Kejadian itu belum genap seminggu saat saya juga menerima sekeranjang Mangga, Kali ini dari sebuah lembaga yang menjadi tetangga lembaga tempat saya bekerja.

Mampirlah, jemput manggamu sebagai tanda terima kasih membantu acara kami’

Kejadian sebelumnya lagi belum genap beberapa hari saat saya mendapat sekeranjang mangga. Kali ini dari keluarga Kakak Ipar.

Dik, ini panenan dari deso”

Kejadian sebelumnya adalah belum genap beberap jam saja saat kantor saya menerima bejibum mangga dari seorang rekan kantor yang panen mangga dari halaman rumahnya.

“Titipan dari Bapak buat rekan-rekan kantor daripada dimaling anak2’

Pokoknya banjir mangga. Mangga….

****

Bulan November ini selain kemunculan Hujan yang pertama kali di kotaku, Kota Yog, juga musim Mangga. Di mana-mana buah mangga muncul dari pohon-pohon mangga. Dari pelosok kampung sampai pelosok dusun. Bahkan di petak-petak perumahan padat, perjalanan anda akan terhalangi buah-buah mangga yang bergelantungan persis di atas kepala anda. Bila anda sedikit mau nakal, bisa saja anda bisa mengemudi kencang di jalan itu dan mengambil beberapa gelundung mangga sekaligus. Atau kalau pas lagi apes, saat malam gelap gulita, saat anda ngebut, kepala anda akan benar-benar benjut karena menabrak benda keras, pejal, hijau bernama mangga.

Pun di kantor-kantor instansi dan lembaga di sekujur kota Yog. Fenomena panen mangga menjadi situasi ruang ‘hiburan tersendiri’ di tengah rutinitas di depan pendaran komputer, tumpukan arsip, dering telepon dan arus faximilili. Hampir tak ada satupun buah di dunia ini yang langsung matang seketika dari pohonnya. Pasti, seperti mangga di depan halaman instansi, kantor, petak perumahan, atau halaman tetangga, ada proses dari buntil lantas membesar dan terus membesar. Juga perubahan warna dari hijau ke kuning-kuningan. Untuk buah tertentu warna merah merona adalah pertanda buah masak sempurna dan masa skritis dimana kalau tidak disegera dikupas lantas dimakan, maka akan diserbu koloni lain yang berterbangan di malam hari; ‘Kelelawar-atau Codot’.

Mangga dalam bahasa sunda berarti juga ‘Silahkan’. Mangga jika diucapkan dengan fonologi Jawa diucapkan dengan ‘monggo’ yang berarti ‘mempersilahkan dengan sopan’. Ya, jika boleh menghubung-hubungkan harfiah mangga dengan filosofi tentang ‘mempersilahkan’, maka siapapun dipersilahkan oleh pohon mangga itu untuk memetiknya. Memang maha baik hati Tuhan yang menciptakan ‘Mangga’ ataupun kalau tidak mau menghubungkannya dengan Tuhan, sungguh baik bumi pertiwi yang menumbuhkan buah-buahan, dan lantas me'-‘mangga’ kannya kepada kita untuk memetiknya.

Ada banyak macam ‘mangga’'; Mangga madu yang konon manisnya semanis madu, Mangga kuhweni yang kulitnya keras setebal 1/2 cm yang akan membuat bibir kita nyonyor bila tak membersihkannya dari getah, tetapi adalah mangga yang paling ‘tidak tahu diri’ yakni ‘Mangga Mana Lagi’. Ya, namanya ‘Mangga manalagi’, yang setelah mempersihlahkan kita memetik, mengupas lantas memakannya, eh , kita ‘minta lagi’. We want more!

November, musim penghujan, musim mangga juga ditandai dengan pinggir jalan-jalan besar kota Yog dipenuhi penjual mangga dadakan. Ada yang menggelar dengan cara sederhana, di bawah payung, dan memasang umpan tulisan ‘3000’ per kilo dengan sebuah mangga yang disayat sempurna mempertontonkan ‘aduhai’ dagingnya yang lembut, manis, kenyal kekuning-kuningan. Ada juga yang menggunakan mobil bak terbuka, dengan tulisan ‘pilih sendiri manggamu’ –sekilo 2.500. Maka kalau kita boleh sedikit nakal, seperti halnya lorong petak perumahan yang dipenuhi mangga-mangga yang menjuntai tadi, kita bisa saja usil mengambil sebuah mangga saat melintas di penjual mangga tadi.

Berbeda dengan mangga di halaman rumah, mangga di halaman instansi, kantor atau lembaga biasanya tak jelas siapa pemilikinya. Karenanya siapapun yang seharian berteduh di atas atap kantor itu akan berlumba-lumba meng-klaim mangga milik masing-masing. Biasanya memang di –mangga-kan. Berbahagialah bagi instansi, kantor, atau lembaga yang halamanya ditumbuhi mangga. Proses menunggu tadi adalah proses perbincangan para penunggu mangga di bawah kolong kantor, berdebar-debar saban hari, harap-harap cemas mangga-mangga di atas pohon itu bisa matang dengan sempurna, lantas dikupas dan dimakan beramai-ramai. Tetapi memang bukan pada ritual memetik, mengupas dan menelan mangga itu yang ‘mengasyikkan’. Tetapi, adalah proses menunggu berhari-hari, berjam-jam, bermenit-menit, menyaksikan gerombolan mangga, sambil bermufakat dengan rekan-rekan satu kantor mangga mana menjadi bagian dari ‘miliknya’. Di sini buah mangga tidak hanya berfungsi sebagai pelepas rasa lapar dan asupan nutrisi berserat full vitamin C menjadi modal sosial sebuah komunitas suatu kantor.

‘Itu Manggaku lho’, Kalau perlu, sesuatu penanda ‘kepemilikan’ seseorang ditaruh disana, semisal dikerudungi dengan plastik, atau bahkan diberi ‘tanda tangan’, seakan-akan bahwa mangga ini adalah kini syah dijajah dan jadi milik penanda tangan.

Jadi, bagi instansi, kantor atau lembaga apapun, saya sarankan marilah ‘menanam pohon’ untuk mengantisipasi pemanasan global, dan saya sarankan pula jenis pohonnya adalah mangga. Selain peneduh yang cepat tumbuh, perawatannya mudah, pada bulan November seluruh penghuni kantor akan ‘kasak-kusuk’, ‘riuh rendah’ menunggu mangga masak di pohon.

4 Des 2009

PR, 10 Fakta tentang diriku

Sebelumnya maaf, aku mendapatkan PR ini sudah lama sekali, kira-kira beberapa bulan yang lalu.Terlupakan oleh urusan-urusan pating plekenik kata orang Jawa, yang artinya kurang lebih urusan campur aduk. Sampai akhirnya, pada tumpukan memo, ndak sengaja nemu PR ini.

Hari itu aku dapat PR dari blog tetangga . Sungguh keterlaluan dia pemilik blok, yang naruh secara eksplisit namaku pada di link track back. Sepertinya dia PD betul aku akan membaca bagian blog itu. Tapi baiklah, kuturuti saja apa maunya…;

10 Fakta tentangku

1. Korosif

Kalau orang bilang hanya besi saja yang akan berkarat atau korosif, itu tak benar. Pertama-tama aku mempunyai tubuh yang mudah berkeringat. Sedikit bergerak, sehabis makan pedas atau sedikit kecemasan, maka aku akan berkeringat. Apalagi kalau pas berolahraga. Orang akan mengira aku habis dari mandi daripada habis olahraga. Istilah ‘korosif’ ini pertemuan teman baikku yang mengatakan dengan lugas;

“Wah, mesti lho, kalau komputernya habis dipakai alex keyboardnya jadi lecek, Alex qi ‘Korosif’”

“Tuing” aku bukannya sakit hati mendengar celotehan itu, tetapi justru ‘gumbira’ karena aku kini bisa mengistilahkan hal yang memang faktanya terjadi pada diriku ; ‘Korosif’. Kata yang tepat untuk menggambarkan tangan yang selalu mudah berkeringat dan setiap kali menyentuh barang-barang, apapun ituh; keyboard, handphone dsb, akan meninggalkan bekas tanganku.

Yah, harus kuterima karakter ‘korosif’ ini. Aku sudah terbiasa. Dan dengan menerima kenyataan ini, setiap kali aku selalu berusaha membawa saputangan, tissu atau kalau perlu handuk kecil. Biarlah orang akan mengolok-olok aku sebagai ‘tukang becak’ karena suka menyelempangkan handuk kecil selepas datang dari naik sepedah untuk berangkat ke kantor.

“Wis Sanah mandi dulu lex, keringatmu sak jagung-jagung”

Sama saja. Toh selepas mandi, selepas kering, tetap saja ‘korosif’

2. Bau Kaki, Sepatu, dan Celana Kepar 1001

Sebetulnya bukan karena biang kaki yang bau, tapi ini berbanding lurus dengan tipikal tubuhku yang gampang bearkeringat. Maka tempat-tempat tertentu terutama bagian-bagian (maaf) tersembunyi, macam dua lipatan ketiak, buku-buku kaki, adalah tempat paling subur buat pertumbuhan holtikultura jamur-jamuran dan bakteri-bakteri mikroorganisme. Maka, tak perlu diperpanjang lagi, dari tempat itulah metabolisme aroma khas ‘metana’ dari organisme itu menyeruak, menohok hidung orang-orang di sekitarku.

“Maafkan aku”, tapi tak perlu dikatakan lagi, bahasa tubuh biasanya lebih jujur, yakni ketika orang disekitarku sudah dengan reflek tangan menyempil-nyempil hidung atau terlihat pula dari gerakan hidung yang mengendus-endus.

Soal bau ini juga pernah aku utarakan dalam celana kepar 1001 ku, tetapi sumber paling parah adalah ‘sepasang sepatu’. Sepasang sepatu plus kaos kakinya yang dipadu dengan 1 minggu tanpa dicuci lengkap dengan tumpukan perjalanan jauh dibawah terik matahari, tertutup rapat dalam sepatu yang jerat tali temali rapih. Maka sumber bau pada sepatu itu menjadi radioaktif berbahaya apabila sewaktu-waktu dibuka di tempat umum!

“Buzzz" “Iki mesti Alex!”

Yah, teman-teman sudah pada sepaham, semahfum dan sepenanggungan untuk urusan menebak secara pasti bahwa kedatanganku, juga sepasang sepatu di depan pintu, adalah sekonyong-konyong radiasi bau yang menyebar ke seluruh petak ruangan.

“Sanah Cuci Kaki- 7 Kali pakai sabuuun"!

Begitulah, lambat laun sambutan kedatanganku bukan jawaban selamat datang ataupun senyum yang hangat, tetapi kalimat “segera cuci kaki pakai sabun dan letakkan sepatumu di pojok parkiran”

Puh. Tapi beberapa waktu yang lalu aku cukup beruntung, karena adalah ‘Alisha’ si anak bos yang blasteran negeri Inlander Inggris dengan Surabaya. Karena, Alisha, walaupun rambutnya ‘blonda’, cantik dan lincah, tetapi punya bau sepatu yang tak kalah hebat dengan sepatuku.

Bahkan, kala berpergian bersama dalam satu kap mobil, aku, Alisha, bau sepatu Alisha lah yang lebih banyak dikomentari dari pada sepatuku. Maklum, anak Inlander ndak boleh lah punya tabiat buruk ‘bau sepatu’ macam anak kampung sepertiku.

3. Jijik dan takut dengan Cacing dan sebangsa Molusca.

Kalau aku adalah superhero macam Supermen, Spiderman atau Ultramen Taro, Maka tak ada musuh yang mampu mengalahkanku selain cacing dan binatang melata lainnya. Pokoknya sebangsa hewan lunak dengan lendir-lendir dan jalannya merambat, melata, atau nemplok di dinding yang lembab aku jijik sekali. Apalagi dengan cacing. Sampai –sampai pernah aku tidak mau minum obat cacing karena takut kalau cacing yang keluar lewat kotoran masih utuh. Brrrrr… Langsung bergidik saja aku membayangkannya.

Atau ular? hiii, ngeri membayangkan ular bergerak dengan tubuhnya tanpa kaki lantas melilit tubuhkita pelan-pelan. Maka salah satu mimpi burukku pula bila dikejar-kejar oleh ular (atau tafsirnya dikejar-kerja untuk disuruh kawin?). Beruntung aku sebelum sempat ular itu menggigit jempol kakiku, aku sudah bangun dengan megap-megap. Fiufhhh.

‘Ampun Pak, Aku belum siap kawin, punya pacar aja belum!”

4. Kucing .

Kucing itu lucu. Apalagi kalau seekor kucing tidur melingkar di atas perut kita, Walau si kucing berlagak cuek saja saat perut kita turun naik, atau diguncang-guncang, ia akan tetap saja melingkar di situ, terus mendengkur pelan-pelan, memejamkan matanya dan menaruh kepalanya pada salah satu kaki depannya.

Banyak yang bilang kucing binatang pemalas. Ya memang. Apalagi kucing besar, laki-laki pula. Bisa saja seharian si Paijo (kucing kesayangan ku yang berwarna kuning) tidur melingkar di pojok rumah. Bisa seharian pula tiba-tiba Paijo menghilang tak tentu rimbanya dan tiba-tiba pulang dengan tubuh penuh babak belur, atau kalau beruntung membawa pulang seekor lele goreng hasil nyolong lauk dari tetangga sebelah.

Apapun itu, kucing adalah binatang lucu menurutku. Dia tak biarkan saja melingkar dimanapun ia suka. di atas genting, di atas kasurku, atau menemani diantara tumpukan buku, arsip, kertas-kertas atau dengan cuek meminum air putih pada gelas yang tak sengaja kutaruh terbuka.

“Hussyaaah”

Banyak sudah kucing-kucing yang datang pergi di tempatku, juga di dalam hidupku. Ada kucing yang kupelihara sejak kecil, sampai beranak-pinak, kemudian anaknya beranak lagi dan seterusnya. Dulu karena rumahku di dekat jalan raya, hal yang paling sering terjadi kucingku tertabrak kendaraan karena ‘terburu-buru’ menyeberang. Juga, ada seekor kucing hitam, gemuk besar, dengan kaos kaki di keempat kakinya dan motif putih di sekitar mulutnya (hingga seperti memakai topeng), yang suka tidur di balik almari kaca di ruang tamu. Barangkali si kucing tau diri, mana tempat paling strategis agar tamu-tamu bisa melihatnya, lantas bilang ‘aiih kucinnya lucu benar’, lantas mengelus-elusnya dan lantas ia akan pura-pura penurut bak kucing paling hommy di seluruh dunia.

Tereakhir, adalah Paijo, Si kucing yang kutemukan saat gempa Jogja. Kucing berwarna kuning, gemuk besar, yang ditinggalkan pemiliknya karena rumah yang hancur berantakan. Si kucing tiba-tiba saja akrab menjadi keluarga baru dihtempatku, menempati singasananya; kalau tidak di atas jok motor, di pojok rumah, atau di bawah pohon ketepeng yang rindang. Paijo kupelihara hingga kematiannya yang tragis; mati karena sudah terlalu tua, bersembunyi di rerimbun semak pohon teh-tehan di depan rumah. Kini, 2 ekor anak kucing, warnanya kuning, pemberian tante kristi menjadi penghuni baru.

5. Maniak kopi.

Awalnya kopi adalah teman begadang, tetapi kopi kini adalah minuman rutin saban pagi. Juga lepas petang agar adrenalin sedikit terpacu dan mata lebih melek. Sampai-sampai siapapun yang berpergian aku titipi oleh-oleh kopi. Ada teman dari Jember yang kutitipi kopi jember, kopi yang diramu dengan bubuk jahe. Ada kopi Bali, kopi aceh yang harus direbus bersama dan konon dicampur sedikit garam agar lebih keras. Ada kopi luwak biji-bijinya telah dipilih secara alami lewat metabolisme yang keluar dari pantat si binatang berkaki empat bernama Luwak. Ada kopi Joss yang penyajiannya lumayan ekstrim; dimasukki arang bara. Ada kopi semarang, kopi ekspresso yang meskipun dalam gelas kecil, tapi rasa pahitnya terasa sampai kerongkongan dan membuat jantung anda berdebar dari malam sampai pagi. Ada kopi plethok yang dicampur dengan sedikit alkohol dari botol wiskey atau mansion. Kopi toraja, Kopi lampung dan masih banyak lagi kopi-kopi yang pernah kucoba. Teakhir, aku telah mendapat sepaket kiriman Kopi ‘Aroma’ dari sebuah kota B, Kopi Robusta dan Kopi Arabika. Seperti merknya yang dibungkus dengan desain classic, dengan ejaan lama, kopi ini benar-benar ber-Aroma. Konon kopi ini telah disimpan minmal 8 tahun dan dibakar dengan suhu kamar dari kayu karet. Luar biasa kopi Aroma.

6. Gigi Kelinci

Kelinci punya dua gigi besar di mulutnya. Menurut ilmu morfologi hewan, kedua gigi ini berfungsi untuk mengerat biji-bijian, buah-buahan dan tentu saja kalau kelinci untuk mengerat wortel. Tapig apa fungsi gigi kelinci yang kumiliki? Selain hanya sebuah ciri? Ceritanya kira-kira usia kelas 5 SD aku mengalami kecelakaan terjatuh dari sepeda. Apes, sepeda yang kutunggangi dengan ngebut tak bisa menghindari lubang aspal yang berada persis di turunan selepas jembatan kecil yang terkenal angker. Akupun terpelanting jauh, dan mulutku menghujam persis di tepian aspal. Beruntung tak ada luka parah, kecuali keudua gigi depanku yang baru saja tumbuh, langsung menjadi bemper atas tumbukan tadi. Sebulan lebih aku harus minum dengan sedotan dan makan bubur. Maka sisanya, kini bibirku jadi agak monyong dan tumbuhlah sepasang gigi kelinci.

Suatu ketika ada teman, calon dokter gigi, menawarkan kebaikan padaku. Selagi ia punya tugas kuliah untuk ‘anomali’ alias pemilik gigi gigi yang tak wajar untuk diteliti, maka aku sasarannya. Maka demi kebaikan ilmu pengetahuan, relalah mulutku selama hampir di setengah jam diublek-ublek dengan ‘semen putih’ untuk dibikin cetakan olehnya. Jadilah kemudian replika mulutku. Hihihi. Konon katanya kasus morfologi mulutku ini terbilang unik dan konon itu dipresentasikan untuk diberi garis bawah ; “Ini contoh pemilik mulut yang tidak memperhatikan perawatan gigi”

Kebaikkannya sebenarnya berlanjut untuk direkomendasikannya aku kepada kawan-kawan seperkuliahan dia sebagi praktek memberi kawat gigi. Sebermula aku menerima tawaran menarik ini, tapi lantas aku ‘mundur’ pelan-pelan saat tau konsekuensinya; ada 4 gigi yang harus dicabut paksa guna tatatakan kawat gigi dan menjaganya sampai 2 tahun lebih.

Tanpa membayangkan sakitnya alang kepalang saat dicabut 4 buah gigiku dengan paksa, akupun sudah dibuat keki saat dengan setengah jam lebih mulutku diublek-ublek dengan berbagai macam instrumen oleh mahasiswi-mahasiswi cantik calon dokter gigi yang sedang praktek. Sambil menahan keringat basah kuyup di atas kursi pesakitan dokter gigi, aku mengumpat dalam hati ; “Wis mbak, kapok aku, ndak bakal main ke sini lagi, Biarlah kuterima aku dengan kenyataan gigi kelinci. Lebih baik gigi kelinci dari pada sakit hati”

7. Suka bulan purnama

Bukan kebetulan nama tengahku adalah candra, yang berarti bulan. Tetapi aku memang suka sekali pada bulan purnama. Memandang bulan purnama, aku seperti melihat ada seekor kelinci besar disana. Memandang bulan purnama juga membayangkan bisa piknik kesana. Meloncat loncat pada hamparan putih besar, sepertinya empuk seperti kasur, atau seperti sebulat roti keju raksasa. Tetapi bulan purnama ini hanya muncul sebulan sekali dengan mahkotanya yang bulat besar, itupun kalau cuaca tak mendung atau turun hujan. Memandang bulan purnama pada tengah malam yang sepi sambil menyeruput kopi, camilan atau apapun itu, juga seperti melihat film yang tema nya tak pernah membosankan. Film pendek tentang bulan purnama yang akan membawa imjinasi kita kemana-mana, dari kelinci, sebulat roti, atau seseorang di kota lain yang mungkin melihat bulan purnama tengah tersangkut diantara cabang-cabang pohon, menyembul pada bingkai jendela dari meja kerjanya.

8. Sup, Mie kuah atau apapun makanan berkuah bening

“Slurruup” Sop adalah makanan favorit. Apalagi bila didalamnya bersemayam komplit potongan-potongan kentang, wortel yang dipola ala bunga, brokoli, rolade, kubis, cakar ayam, potongan jagung, daging sapi, seledri, daun bawang, dan terakhir taburan remah-remah daun bawang goreng. Sop bisa dibilang makanan yang ederhana, mudah dan cepat membuatnya.

Maka dalam acara jamuan di kondangan, pertemuan, pelatihan, workshop atau apapun itu, yang kusasar pertama kali adalah baskom besar dengan kuah mengepul-kepul dengan aroma rempah-rempah bawang yang menyengat. Sup.

Tapi, sop paling enak adalah milik almarhum Ibunda. Masih kuingat dulu, aku sering menunggui dan memperhatikan ibunda masak sup. Tangan ibunda dengan lincah meracik satu demi satu; pertama, si kakak adik bawang merah dan bawang putih, harus rela ditumbuk sampai halus bersama merica, garam, sedikit gula, sedikit kaldu kalau ada, lantas ditumis dan direbus bersama air sampai mendidih. Kemudian, satu demi satu; berurut dari sayuran paling keras; kentang, kubis, daun bawang, rolade, potongan tomat. dan…. done!

Paduan enak makan sop tentu saja sambal merah, tempe goreng dan kerupuk.

Selamat makan…. (tak terasa air liur saya sudah menetes).

9. Suka Jalan-jalan atau Sepedaan

Aku suka jalan-jalan. Benar-benar jalan-jalan, artinya dengan kedua pasang kaki, berjalan ke mana saja. Berjalan kaki malam hari juga menyenangkan. Kadang-kadang aku sengaja naik bus, kemudian turun ke suatu tempat dan meneruskan sisanya dengan berjalan kaki. Dengan berjalan kaki, selain sehat juga menjadi semancam refreshing bagi rohani kita. Dengan berjalan-jalan sambil menghirup dengan bebas bebauan di sepanjang jalan juga melehat aneka rupa tingkah polah manusia. Jadi dengan jalan-jalan juga bisa belajar sesuatu, mengamati banyak hal yang kita temui di jalan. Kadangkala kita juga menemu hal tak terduga yang tak bisa kita perhatikan saat kita lewat di tempat yang sama tetapi dalam kondisi kita terburu-buru (tengah naik motor atau naik kendaraan lain). “Hey, kenapa aku baru saja melihatnya?”

Kadangkala saat berjalan kaki kita akan berpapasan dengan orang yang kita kenal. Saat itu bisa kita lihat apakah mereka memperhatikan kita atau tidak. Lebih sering mereka terburu-buru dan kita akan berfikir; Kadangkala kita akan menjadi sebaliknya, saking terburu-burunya tak memperhatikan lagi ada orang-orang di sekitar kita yang mengamati kita. Dengan jalan-jalan kita memang lebih banyak jadi penonton. Menonton keadaaan, tetapi tidak terburu-buru.

Kini, selain jalan-jalan aku menemukan kesenangan lain yang hampir sama; Sepedaan. Dengan Sepedaan maka rute yang kutempuh bisa lebih jauh lagi. Suatu kali jarak yang kutempuh bisa memelosok sampai ke kampung kampung, suatu kali yang lain sampai ke areal persawahan sambil mengejar senja, suatu kali yang lain menelusuri kota malam hari diantara cahaya lampu, billboard dan bubungan asap knalpot. Sampil sepedaan nikmat juga mendengarkan musik lewat MP3 Player. tetapi musti pelan dan hati-hati.

Maka dengan kesenanganku yang baru ini pun, seperti nya kalau nanti aku berkeluarga, ada bayangan aku ingin mengajak seluruh keluarga bersepedaan. Rasanya bakal menyenangkan.

10. Suka Anak-anak , Eits, Jangan curiga kalau aku Phedopilia. Yah, meskipun soal teman perempuan sebaya aku memang paling payah. Aku memang si bungsu dari ibu kandungku, meskipun akhirnya aku punya adik tiri. Tetapi pengalaman mengasuh adik atau anak kecil, rasa-rasanya dulu aku tak pernah mendapati. Awalnya aku memang rada bingung bagaimana menghadapi anak kecil, apalagi segerombolan anak kecil yang akan berlagak meniru-niru gerakan kita, atau mengolok-olok sesuatu tentang fisik kita. Salah-salah, kita bisa ‘mati gaya’. Apalagi, sekali segerombolan ‘little bastard’ (begitu aku menyebutnya) itu kompak ‘mengerjai’ kita, tamatlah riwayat kita kalau tidak bisa mengendalikan diri. Sabaar.

Aku belajar banyak tentang dunia ‘little bastard’ dari keponakan-keponakanku. Kepolosan mereka, juga cara mereka bertanya, berpendapat dan mengajak bermain-main membuatku seakan-akan menemukan kembali dunia kecilku.

Masih ingat dalam benakku saat mendiang ibuku mengumumkan kehamilannya kepadaku saat aku berusia 6 tahunan. Sebagai bungsu aku merasa cemburu sehingga beberapa minggu aku berlagak cuek. Sampai akhirnya ‘calon adikku’ keguguran dan aku menyesal sekali, menyumpahi berkali-kali tabiat kecumburuanku, dan berjanji dalam hati ‘sungguh kalau dapat adik lagi, menyenangkan sekali bisa bermain-main dengannya’.

Anak-anak adalah dunia ajaib. Apalagi kini, pekerjaanku menuntutku banyak berinteraksi dengan anak-anak. Konon berceria dengan anak-anak akan membuat kita awet muda.

Terakhir, aku mau ngasih PR juga pada, Lutfi, WindaCandra, TanteKristi, Cumie, Kakak ipar, Kuntz, Si bungsi novie, Tikabanget, Dimas, Arie komikaze, Indra, Mamat, Tovik IVAA, dan Mas Arif

Cara ngerjain PR-nya sebagai berikut:
1. Each blogger must post these rules
2. Each blogger starts with ten random facts/habits about themselves
3. Bloggers that are tagged need to write on their own blog about their ten things and post these rules. At the end of your blog, you need to choose ten people to get tagged and list their names.
4. Don’t forget to leave them a comment telling them they’ve been tagged and to read your blog.